Dokter Kandungan Ngewe Pasien
Share your moments and inspiration with the world! 🔥 Click share and spread it across your favorite social media. 🚀✨ #StayConnected
Part 1 – Pemeriksaan 1 Bulan – pemeriksaan awal
Pagi itu, Zahra, 25 tahun, berdiri di depan cermin kamar tidurnya, mengenakan hijab dengan rapi. Ini adalah hari yang penting bagi dirinya dan Galih, suaminya. Usia kehamilannya memasuki bulan pertama, dan ini akan menjadi pertama kalinya mereka melakukan pemeriksaan ke rumah sakit. Karena pandemi COVID-19, mereka harus lebih berhati-hati. Zahra tahu, kondisi dunia tidak seperti dulu. Ketika orang-orang bisa bebas keluar rumah tanpa kekhawatiran berlebih. Sekarang, semuanya berubah.
"Sudah siap, Sayang?" Galih muncul dari balik pintu dengan masker di wajahnya, siap menemani Zahra.
"Sudah," jawab Zahra, meski di dalam hatinya ada kecemasan yang tak bisa dia utarakan. Ia takut. Bukan hanya karena ini adalah pengalaman pertamanya sebagai calon ibu, tapi juga karena pandemi yang membuat segalanya serba rumit dan menakutkan.
Sesampainya di rumah sakit, protokol ketat langsung menyambut mereka. Di depan pintu masuk, mereka diharuskan mencuci tangan dengan sabun, mengukur suhu tubuh, dan mengenakan masker. Tidak ada pengecualian. Bahkan Galih, yang berharap bisa menemani Zahra selama pemeriksaan, harus berhenti di ruang tunggu.
"Maaf, Pak. Karena aturan protokol, suami tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang pemeriksaan. IstriMba Zahraakan diperiksa sendirian oleh dokter," jelas seorang petugas dengan ramah, tapi tegas.
Zahra merasa gugup. Ia ingin Galih ada di sisinya, mendampinginya melalui pemeriksaan ini. Tapi apa boleh buat, aturan rumah sakit tak bisa dilanggar.
Galih mencoba menenangkan istrinya. "Nggak apa-apa, Sayang. Aku tunggu di sini, ya. Semua akan baik-baik saja," ucapnya sambil memegang tangan Zahra, memberikan kekuatan.
Dengan hati yang berdebar, Zahra masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Ruangan itu bersih dan modern, tapi kesan sterilnya membuat Zahra semakin merasa terisolasi. Di dalam, sudah ada seorang dokter dan perawat yang menyambutnya. Dokter tersebut memperkenalkan diri sebagai Dr. Evan, dari penampilan berumur 40 tahunan, seorang obgyn yang akan menangani kehamilannya.
"Selamat pagi, Zahra. Silakan duduk dulu, ya," kata Dr. Evan dengan senyuman yang ramah, meski sebagian wajahnya tertutup masker. Zahra hanya mengangguk pelan, merasa sedikit canggung.
Setelah Zahra duduk, Dr. Evan mulai menjelaskan rangkaian pemeriksaan yang akan dilakukan. "Hari ini, kita akan melakukan pemeriksaan urin dan darah dulu untuk memastikan kondisi kesehatan kamu dan janinnya. Setelah itu, kita akan lanjutkan dengan pemeriksaan fisik."
Zahra mengikuti instruksi dokter dengan tenang. Ia menyerahkan sampel urin dan darah tanpa masalah. Namun, saat pemeriksaan fisik dimulai, Zahra mulai merasa tak nyaman. Dr. Evan menjelaskan bahwa mereka perlu melakukan pemeriksaan transvaginal untuk memastikan kondisi kantung gestasi, terutama karena usia kehamilan Zahra masih sangat dini.
"Karena protokol COVID-19, kami harus meminimalkan penggunaan alat-alat yang bisa berpotensi menularkan virus. Jadi, selain transvaginal, saya juga akan melakukan pemeriksaan manual menggunakan jari saya," jelas Dr. Evan sambil menunjukkan sarung tangan medis yang steril.
Zahra mengangguk, meski hatinya berdebar kencang. Yang membuatnya semakin tidak nyaman adalah fakta bahwa perawat yang mendampingi Dr. Evan juga seorang pria. Dalam situasi normal, dia akan merasa lebih aman jika yang mendampinginya seorang perempuan. Tapi kali ini, situasinya berbeda. Semua dibatasi oleh protokol kesehatan.
"Maaf ya, Mbak Zahra. Karena protokol, kita juga perlu memeriksa dalam kondisi yang steril, jadi mohon maaf, Mbak Zahra harus melepas pakaian untuk pemeriksaan ini," kata Dr. Evan dengan nada hati-hati.
![]() |
Zahra dientot dokter kandungan |
Zahra terdiam sejenak. Ia merasa malu, tapi tidak ada pilihan lain. Protokol kesehatan harus diikuti, dan kesehatannya serta janin adalah yang utama. Dengan perlahan, dia melepas pakaian luarnya, meninggalkan hijab dan hanya mengenakan kain medis yang disediakan. Meski ruangan terasa dingin, Zahra merasakan kehangatan aneh di wajahnya akibat rasa malu yang muncul. Dia menundukkan kepala, mencoba mengalihkan pikiran dari situasi yang dihadapinya. Zahra pun duduk di kursi Gynecology. Kursi yang didesain khusus untuk pemeriksaan kehamilan. Posisi terlentang namun agak tinggi bagian atas tubuh. Yang membuat Zahra malu adalah ia harus membuka lebar-lebar kedua kakinya. Belum pernah ia perlihatkan liang surgawinya kepada siapapun kecuali kepada Galih suaminya
Pemeriksaan dimulai. Zahra mencoba menenangkan diri sambil mengingat tujuannya datang ke sini: memastikan kehamilan pertamanya berjalan dengan baik. Dr. Evan mulai melakukan pemeriksaan manual. Sarung tangan medis dingin yang menyentuh kulitnya membuat Zahra sedikit tersentak, namun ia mencoba tetap tenang. Dr. Evan memulai pemeriksaan kembali dengan melakukan palpasi pada perut Zahra. Lalu ia melanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan jari untuk mengecek kondisi leher rahim.
"Maybe you also like" Teteh Binor yang memuaskan - Part 1 [SERU]
“Tarik napas dalam-dalam, ya. Saya akan mulai sekarang,” kata Dr. Evan lembut.
Perasaan canggung itu tetap ada, tapi Zahra mencoba mengesampingkannya. Proses ini terbilang memakan waktu lumayan lama, dari yang tadinya Zahra merasa tidak nyaman lama kelamaan malah merasa nyaman. Gerakan jari Dr. Evan sesekali maju mundur. Jemari tangannya pun kerapkali menyentuh kelentit milik Zahra. Diam-diam sebetulnya Zahra cukup menikmati.
Setelah itu, Dr. Evan mengumumkan bahwa akan dilakukan pemeriksaan transvaginal. Zahra sudah tahu apa yang akan terjadi, namun tetap saja ketika alat itu mulai dimasukkan, ia mulai merasa gugup lagi.
"Tenang saja, Mba Zahra. Saya akan memeriksa kantung gestasi dan memastikan semuanya berjalan baik," ujar Dr. Evan dengan nada menenangkan.
Zahra hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan berdoa agar proses ini cepat selesai. Di kepalanya, ia terus berusaha mengalihkan pikiran pada hal-hal positif—seperti bayangan ketika ia dan Galih akhirnya bisa melihat wajah bayi mereka untuk pertama kalinya.
“Ini adalah kantung gestasi kamu,” Dr. Evan menunjuk layar. “Sudah mulai terbentuk, dan ini pertanda baik. Kondisi janin di dalamnya juga terlihat sehat. Kita tinggal menunggu perkembangan selanjutnya dalam beberapa minggu ke depan.”
Zahra menghela napas lega, meski rasa malu masih belum sepenuhnya hilang. Tapi mendengar kabar baik dari Dr. Evan membuatnya merasa lebih tenang. Setidaknya, semua yang ia lalui hari ini tidak sia-sia.
Namun sebelum dia mengenakan pakaiannya kembali, perawat pria tadi datang dengan kamera. “Ibu, sebelum berpakaian, kami akan mengambil foto untuk dokumentasi kehamilan,” ujarnya singkat.
Meski awalnya terkejut, Zahra pasrah dan mengangguk. Dia berdiri di depan kamera, tubuhnya yang masih telanjang diabadikan untuk kepentingan dokumentasi medis. Satu hal yang membuatnya sedikit lebih nyaman adalah bahwa ini semua adalah bagian dari proses medis, bukan sesuatu yang harus membuatnya malu.
Setelah pemeriksaan selesai, Zahra mengenakan kembali pakaiannya dan berterima kasih kepada Dr. Evan serta perawat yang mendampinginya. Meski pengalaman ini cukup membuatnya canggung, Zahra bersyukur semuanya berjalan dengan baik.
Ketika ia keluar dari ruang pemeriksaan, Galih langsung menyambutnya dengan senyum hangat, meski matanya menunjukkan sedikit kekhawatiran. "Gimana, Sayang? Semua baik-baik aja?"
Zahra tersenyum kecil, meski ada sedikit rasa lelah di matanya. "Alha xxxxxxxxx, semuanya baik. Kantung gestasinya sudah terbentuk."
Galih menarik napas lega. "Syukurlah... aku tadi khawatir banget nggak bisa nemenin kamu di dalam."
Zahra mengangguk, meski di dalam hatinya ia merasa sedikit kecewa karena harus melalui pengalaman itu sendirian. Tapi ia paham, ini adalah bagian dari tantangan kehamilan di masa pandemi. Semua harus lebih hati-hati demi kesehatan dirinya, janinnya, dan juga orang-orang di sekitarnya.
"Yang penting, kita sama-sama sehat, kan?" kata Zahra akhirnya, mencoba memberikan semangat pada dirinya sendiri.
Mereka berdua pulang dengan perasaan lega. Meskipun pemeriksaan pertama ini tidak seperti yang Zahra bayangkan—penuh dengan batasan, protokol ketat, dan rasa malu—ia merasa bersyukur karena semua berjalan lancar.
Part 2 – Pemeriksaan 2 Bulan – Perkenalan dengan koas
Pagi itu, Zahra berdiri di depan cermin kamar mandi. Tangannya yang gemetar perlahan menyentuh perutnya yang masih belum menonjol, tapi di baliknya tumbuh kehidupan baru yang sudah dua bulan bersemayam. Dalam diam, dia merenungkan banyak hal. Ini adalah kehamilan pertamanya, dan meski bahagia, perasaan cemas tak pernah lepas dari hatinya. Perubahan hormonal yang sedang dialaminya pun semakin membuat pikirannya bergejolak. Payudaranya yang membengkak dan kerap kali terasa nyeri, frekuensi buang air kecil yang meningkat, hingga peningkatan nafsu seks yang mengganggunya membuat Zahra terkadang merasa bingung dengan tubuhnya sendiri.
Di satu sisi, pandemi Covid-19 masih berkecamuk, membuat semuanya jadi lebih rumit. Pemeriksaan rutin kehamilan yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan malah diwarnai dengan ketegangan dan protokol kesehatan yang ketat. Ini adalah pemeriksaan keduanya, dan suaminya, Galih, tidak bisa menemani lagi karena aturan yang ditetapkan rumah sakit.
![]() |
Dokter Kandungan Ngentu Pasien Cantik Montok |
"Sayang, kamu yakin nggak apa-apa?" Galih bertanya sambil menatap istrinya yang sedang bersiap di depan cermin. Pria itu tahu betul betapa sulitnya situasi ini bagi Zahra. Ia ingin sekali menemani istrinya dalam pemeriksaan ini, tapi apa boleh buat, pandemi membuat segalanya lebih terbatas.
Zahra menoleh, menatap suaminya dengan senyuman lemah. "Insya xxxxx aku bisa, Mas. Udah pemeriksaan kedua, aku udah mulai terbiasa," jawabnya, meski dalam hati masih ada keraguan. Sebagai wanita berhijab, Zahra selalu menjaga kehormatannya, apalagi terkait aurat. Namun, karena protokol Covid, dia tahu bahwa hari ini dia harus menghadapi situasi yang sangat tidak nyaman.
Setelah siap, mereka berangkat menuju rumah sakit di Jakarta. Begitu tiba, seperti biasa, Galih hanya bisa mengantar hingga ke depan pintu masuk ruang pemeriksaan. "Aku tunggu di mobil ya, Sayang. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku," ujar Galih sambil mengecup kening Zahra.
Dengan perasaan yang campur aduk, Zahra memasuki gedung rumah sakit. Protokol ketat menyambutnya—pemeriksaan suhu tubuh, antrian yang diatur dengan jaga jarak, dan para petugas medis yang sibuk berlalu-lalang dengan alat pelindung diri lengkap. Zahra berjalan menuju ruang tunggu sambil mencoba menenangkan dirinya. Meski ini bukan pemeriksaan pertama, tetap saja rasa canggung dan khawatir tidak bisa hilang sepenuhnya.
Tak lama setelah menunggu, seorang perawat pria memanggil namanya. “Ibu Zahra, silakan masuk,” katanya dengan suara datar. Zahra berdiri, melangkah masuk ke ruang pemeriksaan dengan hati-hati.
Di dalam ruangan, sudah ada Dokter Evan, dokter kandungannya, bersama dua dokter koas pria yang akan mendampinginya hari itu. Zahra sudah pernah bertemu dengan mereka sebelumnya, tapi kali ini dia menyadari bahwa suasana akan lebih formal dan mungkin lebih rumit dengan adanya dua dokter koas tersebut.
“Selamat pagi, mba Zahra. Bagaimana kabarnya hari ini?” sapa Dokter Evan dengan ramah dari balik maskernya.
Zahra tersenyum samar. “Alha xxxxxxxxx, baik, Dok,” jawabnya pelan.
“Sebelum kita mulai, saya ingin mengingatkan bahwa karena protokol Covid-19, suami mba tidak bisa menemani di sini. Selain itu, pemeriksaan kali ini akan sedikit lebih mendetail, jadi saya minta mba tenang dan mengikuti instruksi kami ya,” kata Dokter Evan, memastikan bahwa Zahra memahami situasi.
Zahra mengangguk pasrah, meski rasa gugup masih tersisa di dalam dirinya. Dia tahu bahwa pemeriksaan ini penting untuk memastikan kondisi janinnya sehat, begitu pikirnya, namun kenyataan bahwa dia harus diperiksa oleh tiga pria, apalagi dalam kondisi tidak mengenakan pakaian, tetap membuatnya merasa tidak nyaman.
Perawat pria yang bertugas kemudian meminta Zahra untuk melepaskan semua pakaiannya. Karena protokol Covid, pemeriksaan harus dilakukan dengan kondisi pasien tidak memakai apa pun agar lebih steril. Zahra merasa sedikit lebih baik dibandingkan pertemuan pertama, karena sekarang dia sudah mulai terbiasa. Namun, tetap saja, ketika tubuhnya telanjang bulat di hadapan dokter dan perawat pria, dia tak bisa menghindari rasa malu yang menyeruak.
Setelah melepas pakaian dan menyesisakan hijab, dokter Evan berkata ”mohon maaf mba Zahra, untuk menjamin kesterilan ruangan, mba Zahra perlu membuka juga hijab mba Zahra”
“tapi bulan lalu masih masih pake hijab?”tanya Zahra
“iya mba maaf ya, minggu lalu ada juga bumil berhijab yang control kesini, tapi ternyata ada salah satu nakes kami yang nanganin bumil itu malah jadi positif covid. Demi keamanan kami harus memperketat protocol” begitu penjelasan dokter Evan
Setengah tidak percaya akhirnya Zahra membuka kerudung yang selama ini menaikan derajatnya sebagai Wanita. Satu persatu ia lepas jarum pentul penjaga mahkotanya. Satu persatu iya lepaskan lilitan kain yang membungkus kepalanya. Terurai sudah rambut yang selama ini hanya ia perlihatkan di lingkungan rumahnya saja. Entah kenapa Zahra merasakan malu yang sama pada saat ia mengangkang. Padahal yang ia perlihatkan hanya rambutnya saja.
Kemudian Zahra berbaring di atas ranjang pemeriksaan yang dilapisi kain steril. Matanya menatap langit-langit ruangan, berusaha mengalihkan pikiran dari situasi yang sedang dihadapinya. Ia mengingat Galih, yang kini tengah menunggunya di luar, dan bayangan itu memberinya sedikit ketenangan.
Pemeriksaan dimulai dengan pengambilan sampel urin. “mba Zahra, saya akan meminta mba untuk buang air kecil di wadah ini, untuk memeriksa kadar protein dan glukosa dalam urin, serta memastikan tidak ada tanda-tanda infeksi,” kata Dokter Evan sambil menyerahkan wadah kecil kepada Zahra. Tes urin ini penting dalam kehamilan, karena adanya protein berlebih bisa menjadi tanda preeklampsia, sementara kadar gula tinggi bisa menandakan diabetes gestasional.
Setelah itu, sampel darah Zahra juga diambil. "Kami akan memeriksa kadar hemoglobin Ibu, untuk memastikan tidak ada anemia, serta memantau kadar gula darah dan fungsi hati serta ginjal. Ini semua untuk memastikan kehamilan mba berjalan sehat,” jelas Dokter Evan lagi. Zahra merasa sedikit lebih tenang mendengar penjelasan dokter itu. Meski situasinya tidak nyaman, setidaknya dia tahu semua ini dilakukan demi kesehatan dirinya dan bayinya.
Lalu, tibalah saatnya pemeriksaan fisik yang lebih mendetail. Dokter Evan dan dua dokter koas mempersiapkan alat spekulum, yang sering disebut sebagai "congor bebek" karena bentuknya yang menyerupai paruh bebek. Spekulum ini digunakan untuk membuka dinding vagina, agar dokter bisa melihat leher rahim dan memastikan tidak ada infeksi atau masalah lainnya.
“mba Zahra, sekarang saya akan menggunakan spekulum untuk memeriksa kondisi leher rahim dan memastikan semuanya dalam keadaan baik. Tolong rileks ya,” ujar Dokter Evan. Zahra hanya bisa mengangguk sambil memejamkan mata, mencoba menenangkan diri.
Spekulum itu dimasukkan dengan hati-hati, namun tetap saja Zahra merasa sedikit tidak nyaman. Dia bisa merasakan alat itu membuka dinding vaginanya, memberikan akses bagi Dokter Evan dan dua dokter koas yang sedang memperhatikan dengan serius. Sambil memeriksa, Dokter Evan menjelaskan kepada para dokter koasnya, memberikan mereka pengetahuan tambahan tentang kondisi serviks dalam kehamilan.
“Lihat, ini kondisi serviks yang normal pada kehamilan dua bulan. Tidak ada tanda-tanda infeksi atau pembengkakan,” jelas Dokter Evan kepada kedua dokter koas. Mereka mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali menatap monitor yang menampilkan gambar hasil pemeriksaan.
Setelah pemeriksaan dengan spekulum selesai, tibalah saatnya pemeriksaan dengan metode jari atau pemeriksaan bimanual. “Sekarang saya akan memeriksa kondisi rahim dengan tangan untuk memastikan posisinya, serta merasakan apakah ada kelainan pada rahim atau ovarium,” jelas Dokter Evan.
Dokter Evan memasukkan dua jarinya ke dalam vagina Zahra, sementara tangan lainnya menekan perut bagian bawah Zahra. Ini adalah pemeriksaan bimanual yang digunakan untuk memeriksa ukuran dan bentuk rahim. Lagi-lagi, kerap kali dokter Evan menyentuh kelentit Zahra sesekali. Adapun Gerakan jadi Dokter Evan melengkungkann jari manis dan tengahnya keatas sambal jari jempolnya memijat kelentit Zahra.
“uuhh..” desahan kecil Zahra.
“ohh maaf mba Zahra bilang saja kalau merasa sakit atau tidak nyaman” kata dokter Evan. Zahra hanya bisa terdiam.
Setelah Dokter Evan selesai, dua dokter koas yang mendampingi pun diajak untuk merasakan kondisi rahim Zahra. “kalian berdua juga harus coba ya”
Dalam lubuk hati Zahra ketika ia mendengar ajakan Dokter Evan untuk sama-sama merasakan bagian tubuh paling privat darinya, Zahra merasa deg-deg namun penasaran juga. Apalagi dokter-dokter koas ini masih terbilang muda.
“baik mba mohon maaf saya dengan Yudi, saya ijin periksa dulu ya mba” tuturnya memperkenalkan diri. Meskipun masih dalam Pendidikan, Yudi Nampak sangat professional. Yudi memeriksa vagina Zahra sesuai dengan arahan dari dokter Evan. Meskipun tanpa adanya stimulasi yang diberikan Dokter Evan, ternyata mampu membangkitkan libido juga. Sambil menutup mata Zahra menikmati gerakan-gerakan jari Yudi. Vaginanya pun semakin basah dan licin. Mungkijn lebih licin. Dengan kondisi vaginanya sekarang, apapun bisa masuk kedalam liang senggamanya.
Setelah Yudi selesai. Sekarang giliran dokter koas selanjutnya. “Mba Zahra perkenalkan saya dengan Kelvin.” Tanpa banyak basa basi Kelvin langsung memasukan jarinya kebagian dalam tubuh Zahra. Berbeda dengan Yudi, Kelvin sepertinya tahu kalau Zahra sedang birahi. Gerakan tangan Kelvin bagaikan sedang memainkan Vagina Zahra. Ia lakukan Gerakan masuk keluar seperti piston yang sangat lambat. Kelvin pun kerap kali mencubit lembut labia cantik milik Zahra.
Posisi Zahra yang tadinya rileks sekarang sedikit agak tegang. Posisi kaki yang dibuka selebar-lebarnya sekarang dalam keadaan dihimpit. Zahra pun menutup mulut dengan kedua tanganya, menghalangi suara nikmat keluar dari tenggorokan calon ibu mulia yang rajin beribadah ini.
Satu per satu, mereka bergantian meraba perut dan vagina miliknya, sementara Dokter Evan terus memberikan penjelasan. Tidak membiarkan Kelvin terus menerus bermain dengan kerrang berbulu akhirnya Dokter Evan mengambil sebuah kesimpulan“Rahim dalam keadaan baik, dan pada tahap ini kita sudah bisa merasakan sedikit perubahan ukuran.” Suasana pun mulia mencair lagi dan Zahra Kembali ke posisi mengangkang seperti semula.
Setelah pemeriksaan bimanual selesai, tiba waktunya untuk USG transvaginal. Alat USG ini dimasukkan ke dalam vagina untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kantung gestasi di dalam rahim. Pada usia kehamilan dua bulan, detak jantung janin biasanya sudah bisa terdengar, dan ini adalah momen yang paling dinantikan oleh Zahra.
Dokter Evan dengan hati-hati memasukkan alat USG transvaginal dan mulai memeriksa. Dengan kondisi Vagina yang sudah basah, alat USG transvaginal itu dengan mudah masuk ke goa lembab Zahra. Di layar monitor, terlihat kantung gestasi yang sudah terbentuk dengan jelas. “Ini dia, mba Zahra. Kita sudah bisa melihat kantung gestasinya, dan... dengar, ini detak jantung janinnya,” kata Dokter Evan dengan senyum di balik maskernya.
Suara detak jantung itu terdengar jelas melalui alat USG, dan Zahra tak bisa menahan rasa haru yang tiba-tiba meluap. Air mata mulai mengalir dari sudut matanya, meski bibirnya tertutup masker, senyumnya terlihat jelas dari sorot matanya. Ini adalah bukti nyata bahwa kehidupan yang ada di dalam rahimnya sedang tumbuh dengan sehat.
Setelah USG selesai, Zahra diberikan waktu untuk beristirahat sejenak. Namun sebelum dia mengenakan pakaiannya kembali, perawat pria tadi datang dengan kamera. “Ibu, sebelum berpakaian, kami akan mengambil foto untuk dokumentasi kehamilan,” ujarnya singkat.
Zahra pasrah dan mengangguk. Dia berdiri di depan kamera, tubuhnya yang masih telanjang diabadikan untuk kepentingan dokumentasi medis. Satu hal yang membuatnya sedikit lebih nyaman adalah bahwa ini semua adalah bagian dari proses medis, bukan sesuatu yang harus membuatnya malu atau malahan, saat ini Zahra merasa naik libidonya.
Setelah semua selesai, Zahra akhirnya bisa berpakaian kembali. Dokter Evan dan kedua dokter koas memberikan kesimpulan bahwa detak jantung janin dalam keadaan normal, dan Zahra sehat serta tidak ada tanda-tanda komplikasi.
Dengan hati yang lebih tenang, Zahra keluar dari ruang pemeriksaan dan kembali bertemu Galih yang sudah menunggunya dengan cemas. Meski hari ini penuh dengan ketidaknyamanan, Zahra bersyukur karena semuanya berjalan lancar, dan dia tahu bahwa perjalanan menjadi seorang ibu baru saja dimulai.
"Maybe you also like" Teteh Binor yang memuaskan - Part 2 [SERU]
Part 3 – Pemeriksaan 3 Bulan – Zahra Cuek, Dokter Berani
Foto Zahra kehamilan 3 bulan
Pada pagi yang cerah di tengah masa pandemi Covid-19, Zahra sedang berdiri di depan cermin kamar tidurnya. Dia memperhatikan bayangan tubuhnya yang mulai berubah, perutnya yang perlahan membesar menandakan kehamilan yang sudah memasuki bulan ketiga. Meski bahagia, perubahan hormonal yang dialaminya membuatnya merasa sedikit tak nyaman. Payudaranya membengkak, frekuensi buang air kecilnya meningkat, dan nafsu seksnya melonjak, hal yang jarang dirasakannya sebelum hamil. Belakangan, Zahra juga mulai mengalami keputihan yang berbeda dari biasanya—keputihan yang berwarna kuning dan berbau amis. Ini menambah kekhawatirannya, terutama karena keputihan tersebut disertai dengan rasa gatal dan iritasi di area vaginanya.
Sejak awal kehamilannya, Zahra selalu mengikuti saran suaminya, Galih, yang sangat perhatian dan rajin mencari informasi terkait kesehatan ibu hamil. Sebagai wanita berhijab yang taat, Zahra selalu berusaha nurut pada suaminya, terutama soal kesehatan. Galih memastikan Zahra rutin memeriksakan kandungannya ke rumah sakit yang sudah mereka pilih bersama—sebuah rumah sakit di Jakarta yang dianggap cocok oleh Zahra. Mereka sudah tiga kali datang ke rumah sakit ini, dan meskipun protokol Covid-19 ketat, Zahra merasa nyaman dengan sistem yang diterapkan.
“Mas, aku siap berangkat,” Zahra memanggil Galih yang sedang berada di ruang tamu. Dengan pakaian hijabnya yang rapi dan penuh kesopanan, Zahra tampak anggun meski perutnya sudah mulai terlihat.
Galih, seperti biasa, menyambut dengan senyum hangat dan menatap istrinya penuh kasih. “Baik, Sayang. Ayo, kita jalan. Jangan lupa berdoa ya, biar semua lancar,” ucapnya seraya membuka pintu. Sebelum keluar rumah, mereka selalu meluangkan waktu sebentar untuk berdoa bersama, memohon agar segala urusan dimudahkan oleh xxxxx. Bagi Zahra, rajin beribadah dan selalu berdoa menjadi bagian dari kesehariannya, terlebih dalam kondisi mengandung.
Di dalam mobil, perjalanan menuju rumah sakit terasa tenang. Zahra tak banyak bicara, hanya sesekali melirik ke arah Galih yang fokus menyetir. Dia tahu suaminya cemas tak bisa menemaninya masuk ke dalam ruang pemeriksaan, seperti yang sudah terjadi pada pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya. Protokol rumah sakit melarang siapa pun selain pasien dan petugas medis untuk berada di ruang periksa demi mencegah penyebaran virus.
Setibanya di rumah sakit, Zahra dan Galih langsung menuju bagian pendaftaran. Setelah selesai mengisi formulir dan memastikan segala sesuatunya berjalan sesuai aturan, Galih kembali menyampaikan pesannya pada Zahra sebelum berpisah.
“Nanti kabari Mas kalau udah selesai ya, Sayang. Mas bakal tunggu di parkiran,” kata Galih lembut.
Zahra hanya tersenyum, meski ada sedikit rasa rindu karena ia berharap Galih bisa berada di sisinya sepanjang pemeriksaan. Namun, dia sudah terbiasa dengan situasi ini dan berusaha tidak mengeluh. “Iya, Mas. Insya xxxxx semuanya lancar,” jawabnya singkat.
Di ruang tunggu, Zahra mempersiapkan dirinya. Meskipun sudah menjadi kunjungan ketiganya, dia tetap merasakan sedikit kegugupan, apalagi mengingat perubahan-perubahan fisik yang dirasakannya akhir-akhir ini. Namun, Zahra mencoba tenang dan menguatkan diri. Dia tahu bahwa pemeriksaan ini penting untuk kesehatan dirinya dan janinnya.
Tak lama kemudian, seorang perawat pria memanggil namanya, “Ibu Zahra, silakan masuk.”
Zahra berdiri dan mengikuti perawat itu menuju ruang periksa. Ketika masuk, dia disambut oleh Dokter Evan, dokter obgyn yang sudah menanganinya sejak awal kehamilannya. Dokter Evan ditemani oleh dua dokter koas pria bernama Yudi dan Kelvin, yang hari itu bertugas membantu dan belajar dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Dokter Evan.
“Selamat pagi, mba Zahra. Bagaimana kabarnya hari ini?” tanya Dokter Evan dengan nada ramah, sambil menatap Zahra dari balik maskernya.
“Alha xxxxxxxxx baik, Dok,” jawab Zahra dengan senyum kecil.
“Kami akan melanjutkan pemeriksaan seperti biasa ya, mba. Hari ini kita akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan untuk memastikan semua baik-baik saja, termasuk tes untuk keputihan yang mba Zahra alami. Jangan khawatir, ini semua untuk kebaikan mba dan bayi yang sedang dikandung,” jelas Dokter Evan sambil menyiapkan alat-alat medis di sekitarnya.
Zahra mengangguk, merasa sedikit lebih tenang karena dokter memberikan penjelasan yang jelas dan menenangkan. Tanpa diminta, Zahra sudah terbiasa dengan prosedur pemeriksaan di masa pandemi ini. Dia langsung melepas pakaiannya sendiri dengan tenang dan meletakkannya di tempat yang sudah disediakan. Meskipun masih ada sedikit rasa malu, Zahra tidak lagi setegang dulu. Kini dia merasa lebih nyaman dan tahu bahwa ini adalah bagian dari proses medis.
Perawat pria yang mendampingi kemudian menghampiri Zahra dengan perlengkapan cukur. "Untuk mempermudah pemeriksaan, kita akan mencukur rambut di area vagina Ibu, ya," katanya dengan tenang.
Zahra hanya mengangguk pasrah. Perasaan malu yang dulu sering menghantui kini sudah berkurang, karena dia tahu semua ini demi kepentingan medis. Dengan telaten, perawat mencukur rambut vaginanya, sementara Dokter Evan dan kedua dokter koas menunggu dengan sabar.
Setelah itu, pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah tes urin. “Ibu, saya akan minta mba untuk menampung sedikit urin, untuk memeriksa kadar protein dan memastikan tidak ada infeksi,” ujar Dokter Evan sambil menyerahkan wadah kecil. Zahra yang sudah terbiasa dengan proses ini langsung mengambil wadah tersebut dan dengan tenang menampung urinnya di tempat yang sudah disiapkan, tanpa malu-malu lagi seperti dulu.
Setelah itu, Zahra kembali ke ranjang pemeriksaan, di mana Dokter Evan bersama Yudi dan Kelvin bersiap melakukan pemeriksaan fisik. “Kita akan mulai dengan pemeriksaan payudara, karena mba melaporkan ada perubahan bentuk dan ukuran. Ini hal yang normal dalam kehamilan, tapi kita harus pastikan semuanya dalam kondisi baik,” jelas Dokter Evan.
Zahra yang berbaring dengan tenang membiarkan ketiga dokter tersebut memeriksa payudaranya. Dokter Evan memulai pemeriksaan dengan meraba perlahan untuk memastikan tidak ada benjolan atau kelainan lainnya. Setelah itu, dia memanggil dokter koas untuk belajar bagaimana melakukan pemeriksaan yang benar. Yudi dan Kelvin bergantian memeriksa payudara Zahra, mendengarkan dengan seksama arahan dari Dokter Evan. Meskipun ada sedikit rasa canggung, Zahra berusaha rileks, mengingat ini adalah bagian dari prosedur medis yang penting.
“Payudara mba Zahra normal dan sehat. Perubahan ini memang wajar di trimester pertama, karena tubuh sedang mempersiapkan diri untuk menyusui,” kata Dokter Evan setelah pemeriksaan selesai.
Selanjutnya, tibalah saatnya pemeriksaan dengan spekulum atau yang biasa disebut “congor bebek”. Alat ini akan digunakan untuk memeriksa kondisi serviks Zahra, serta untuk mengambil sampel cairan keputihan yang akan diuji lebih lanjut. Zahra, yang telah mengalami perubahan keputihan, merasa lega karena akhirnya pemeriksaan ini dilakukan.
“Sekarang kami akan memasukkan spekulum untuk memeriksa leher rahim dan keputihan yang mba alami. Ini mungkin sedikit tidak nyaman, tapi tolong tetap rileks ya,” ujar Dokter Evan sambil mempersiapkan alat spekulum bersama Yudi dan Kelvin.
Zahra menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ketika spekulum dimasukkan, dia merasakan sedikit ketidaknyamanan, tapi dia tetap tenang. Dokter Evan kemudian memulai pemeriksaan dengan teliti, mengambil sampel keputihan untuk dilakukan tes laboratorium. “Kami akan melakukan tes pap smear juga untuk memastikan tidak ada infeksi atau kondisi yang lebih serius,” kata Dokter Evan.
Yudi dan Kelvin ikut mengamati proses tersebut, belajar dari setiap langkah yang dilakukan oleh Dokter Evan. Setelah sampel keputihan diambil, spekulum dilepaskan dan pemeriksaan berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu pemeriksaan dengan metode jari atau bimanual.
“Sekarang, saya akan memeriksa kondisi rahim dan organ reproduksi Ibu dengan metode bimanual, untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik,” kata Dokter Evan.
Dia memasukkan dua jarinya ke dalam vagina Zahra, sementara tangan lainnya menekan perut Zahra dari luar. Pemeriksaan ini bertujuan untuk merasakan kondisi rahim dan ovarium. Seperti sebelumnya, Yudi dan Kelvin ikut memeriksa tubuh Zahra dengan bergiliran, mengikuti arahan dari Dokter Evan. Zahra tetap tenang, meskipun merasa sedikit canggung dengan sentuhan yang dilakukan oleh tiga pria berbeda.
Setelah pemeriksaan bimanual selesai, tibalah saatnya untuk USG. Pada kehamilan tiga bulan, dokter biasanya melakukan dua jenis USG—transvaginal dan abdominal—untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang perkembangan janin.
Dokter Evan pertama-tama melakukan USG transvaginal. Zahra berbaring dengan tenang saat alat USG dimasukkan ke dalam vaginanya. Pada layar monitor, kantung gestasi, embrio, serta detak jantung janin terlihat jelas. Detak jantung janin yang teratur memberikan kepastian bahwa bayinya dalam kondisi sehat.
Setelah USG transvaginal, Zahra diminta untuk duduk sebentar sebelum dilakukan USG abdominal. “Mulai usia 10 minggu, USG abdominal bisa memberikan gambaran yang lebih detail tentang perkembangan janin,” jelas Dokter Evan sambil mengoleskan gel di perut Zahra.
Setelah mengoleskan gel di perut Zahra, Dokter Evan mulai menggerakkan alat USG di sepanjang perut bawahnya. Gambar janin yang tampak lebih jelas mulai muncul di layar monitor, dan Dokter Evan dengan teliti menjelaskan kepada Zahra perkembangan yang terjadi pada bayinya. Yudi dan Kelvin memperhatikan dengan seksama, belajar dari setiap langkah yang dilakukan oleh dokter senior mereka.
“Lihat ini, mba Zahra,” kata Dokter Evan sambil menunjuk layar. “Janinnya sudah lebih besar dibandingkan pemeriksaan sebelumnya. Organ-organ awal seperti jantung dan otak mulai terlihat berkembang dengan baik. Detak jantungnya juga normal, sekitar 150 kali per menit, yang merupakan pertanda baik untuk usia kehamilan ini.”
Zahra menghela napas lega. Mendengar detak jantung bayinya dan melihat gambaran janin yang berkembang membuat hatinya dipenuhi rasa syukur. Meskipun tubuhnya mengalami banyak perubahan yang membuatnya sedikit cemas, setiap kali dia menjalani pemeriksaan seperti ini, rasa khawatirnya berkurang.
Setelah USG selesai, Dokter Evan mencetak gambar hasil USG tersebut dan menyerahkannya kepada Zahra. “Ini untuk kenang-kenangan ya, mba. mba bisa simpan ini sebagai dokumentasi kehamilan. Bayi mba sehat dan normal, jadi tidak perlu khawatir,” ujarnya dengan senyum meyakinkan.
Zahra menerima hasil USG tersebut dengan senyum yang lebar. “Terima kasih, Dokter,” katanya lembut. Saat itu, semua rasa malu dan canggung yang pernah dia rasakan selama pemeriksaan tampak hilang. Dia merasa nyaman dan aman di tangan Dokter Evan dan timnya, meskipun semua petugas medis di ruangan itu adalah laki-laki. Zahra tahu bahwa mereka hanya ingin memastikan kesehatannya dan bayinya.
Namun, sebelum Zahra mengenakan pakaiannya kembali, Dokter Evan menjelaskan satu hal lagi. “mba Zahra, selain pemeriksaan yang sudah kita lakukan, ada satu tes lagi yang perlu kita pertimbangkan, yaitu tes screening awal untuk kelainan genetik. Pada usia kehamilan ini, kita bisa melakukan tes darah yang disebut Non-Invasive Prenatal Test (NIPT) untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan genetik seperti sindrom Down, sindrom Edwards, dan sindrom Patau. Apakah mba dan suami tertarik untuk melakukan tes ini?”
Zahra berpikir sejenak. Meskipun dia dan Galih belum pernah mendiskusikan soal tes genetik ini sebelumnya, dia merasa bahwa ini mungkin keputusan yang bijak, mengingat pentingnya mendeteksi kelainan sejak dini. “Saya rasa baiknya saya diskusikan dulu dengan suami, Dok,” jawab Zahra dengan hati-hati.
“Baik, Bu. Tidak ada paksaan. Jika mba dan suami memutuskan untuk melakukan tes, kita bisa jadwalkan di kunjungan berikutnya,” kata Dokter Evan sambil mencatat hasil pemeriksaan di berkas Zahra.
Sebelum Zahra mengenakan kembali pakaiannya, perawat pria yang mendampingi Dokter Evan menghampirinya. “mba Zahra, sebelum mba berpakaian, apakah mba berkenan untuk difoto terlebih dahulu untuk dokumentasi kehamilan?”
Zahra sedikit terkejut dengan permintaan itu, namun ia mengingat bahwa dokumentasi seperti ini adalah prosedur umum di rumah sakit ini. Selain itu, dia juga ingin melihat perubahan fisiknya sebagai bagian dari perjalanan kehamilannya. Dengan sedikit rasa malu, Zahra mengangguk setuju.
Perawat mengambil kamera kecil dari meja, lalu meminta Zahra untuk berbaring kembali di ranjang pemeriksaan. Dengan posisi yang nyaman, Zahra membiarkan dirinya difoto, meskipun dia merasa sedikit canggung karena masih tidak mengenakan pakaian. Namun, seperti sebelumnya, rasa malunya tak lagi sebesar pada pemeriksaan awal. Dia sudah semakin terbiasa dengan protokol rumah sakit selama pandemi ini.
Setelah foto diambil, Zahra mengenakan kembali pakaian hijabnya yang rapi dan sederhana. Dia merasa lega dan puas dengan hasil pemeriksaannya hari ini. Janinnya sehat, dan meskipun keputihannya memerlukan perhatian ekstra, Dokter Evan telah memberinya saran tentang cara menjaga kebersihan area vaginanya dengan baik.
“Baik, mba Zahra, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kehamilan mba dalam kondisi normal dan sehat. Namun, saya sarankan untuk lebih memperhatikan kebersihan di area vagina agar keputihan yang mba alami tidak semakin parah. Kami akan menunggu hasil tes lab dari keputihan tersebut, dan jika ada infeksi, kita akan berikan penanganan yang tepat,” kata Dokter Evan sambil memberikan berkas hasil pemeriksaan kepada perawat.
Zahra mengangguk penuh pengertian. “Terima kasih banyak, Dokter. Saya akan lebih memperhatikan kebersihan, dan nanti saya akan kabari suami soal tes screening genetik,” ucapnya.
Dengan senyum yang ramah, Dokter Evan menutup sesi pemeriksaan tersebut. “Sampai jumpa di pemeriksaan berikutnya, mba Zahra. Jaga kesehatan, dan semoga mba dan bayi selalu dalam kondisi baik.”
Zahra meninggalkan ruang periksa dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Di koridor rumah sakit, dia bertemu kembali dengan Galih yang setia menunggunya di area parkiran. Senyum bahagia Zahra membuat Galih segera tahu bahwa semuanya berjalan dengan baik.
“Gimana, Sayang? Bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanya Galih dengan nada khawatir namun penuh harapan.
“Alha xxxxxxxxx, semuanya baik. Janin kita sehat, detak jantungnya normal, dan semua dalam kondisi yang bagus,” jawab Zahra sambil menyerahkan hasil cetakan USG kepada suaminya.
Galih memandangi gambar USG itu dengan tatapan penuh haru. Meskipun dia tak bisa mendampingi Zahra selama pemeriksaan, hasil yang baik ini sudah cukup membuatnya lega. “Masya xxxxx, bayi kita makin besar ya,” katanya sambil tersenyum lebar.
Zahra hanya tersenyum dan mengangguk. Rasa lelah yang dia rasakan seolah sirna saat melihat kebahagiaan di wajah suaminya. “Oh ya, Dokter Evan juga menyarankan tes screening genetik. Tapi aku pikir kita perlu diskusikan dulu sebelum memutuskan,” lanjutnya.
“Baik, nanti kita bicarakan di rumah, ya. Yang penting sekarang, kamu jaga kesehatan, Sayang. Mas bakal selalu ada buat kamu,” ucap Galih sambil merangkul Zahra dengan penuh cinta.
Di perjalanan pulang, Zahra merasa lebih kuat dan percaya diri. Meski masa pandemi ini membawa banyak tantangan, dia merasa diberkahi dengan suami yang selalu mendukung dan tim medis yang sangat profesional. Kehamilan ini adalah perjalanan yang penuh makna, dan setiap pemeriksaan membawa harapan baru untuk masa depan yang lebih cerah. Zahra yakin bahwa dengan doa, dukungan dari suaminya, dan bimbingan dari para dokter, dia dan bayinya akan terus sehat hingga waktu persalinan tiba.
"Maybe you also like" Teteh Binor yang memuaskan - Part 3 [SERU]
Part 4 – Pemeriksaan 4 Bulan – Perlu Terapi Hormon
Foto Zahra kehamilan 4 bulan
Zahra tiba di rumah sakit seperti biasa, berjalan santai menuju ruang periksa. Ini adalah pemeriksaan keempatnya, dan dia sudah merasa sangat nyaman dengan seluruh prosedur yang ada. Di masa pandemi Covid ini, ada beberapa penyesuaian yang sudah biasa dia lakukan, seperti pergi sendiri tanpa ditemani suami, Galih, yang tak diizinkan masuk ruang periksa karena protokol kesehatan. Hari itu, Galih juga tak bisa mengantarnya karena pekerjaan mendesak, namun Zahra yakin bisa mengatasi semuanya sendiri.
Begitu masuk ke ruang tunggu, Zahra disambut oleh senyuman perawat yang sudah mengenalnya. “Selamat datang, Bu Zahra. Dokter Evan dan timnya sudah siap,” kata perawat itu sambil menunjukkan arah ke ruang pemeriksaan.
Zahra tersenyum dan mengangguk. Dengan langkah percaya diri, ia berjalan menuju ruang periksa, membuka pintu dengan perlahan, dan melihat Dokter Evan serta dua dokter koas yang sudah menunggunya. Dua karyawan PKL yang hari itu ikut mengawasi juga sudah berada di ruangan, yaitu Tono dan Abdul.
“Selamat datang, mba Zahra,” sapa Dokter Evan dengan ramah. “Apa kabar? Kehamilan mba Zahra berjalan dengan baik?”
“Alha xxxxxxxxx, Dok, semuanya baik-baik saja. Saya merasa lebih segar, bahkan banyak yang bilang saya terlihat lebih glowing,” jawab Zahra dengan senyum malu-malu.
“Iya, saya juga bisa melihatnya. Mba Zahra keliatan sehat dan bersinar banget. Ini salah satu efek dari pregnancy glow, di mana perubahan hormon membuat kulit terlihat lebih cerah dan sehat. Semoga bayi mba Zahra juga dalam kondisi yang baik,” kata Dokter Evan sambil tersenyum.
Zahra tersipu mendengar pujian itu. Pregnancy glow memang nyata, pikirnya. Dia sering merasa lebih cantik akhir-akhir ini, dan perubahannya juga diakui oleh orang-orang di sekitarnya.
“oh iya mba, ini ada 2 karyawan magang, sedang PKL di tempat saya. Ayo ayo salim sama mba Zahra” Dokter Evan memerintahkan karyawan PKL tersebut untuk salaman dan mencium tangan Zahra. Kesan pertama mereka nampaknya lelaki sopan dan lugu.
“mereka berdua memang bertugas untuk membantu administrasi, tapi menurut saya karena ini rumah sakit seluruh karyawan harus tahu prosedur-prosedur yang biasa dijalankan para tenaga Kesehatan.” Terang dokter Evan
“ayo mba Zahra, kita mulai pemeriksaannya” aba-aba dari dokter Evan
Kemudian Zahra tanpa babibu melepaskan bajunya. Dia sudah terbiasa dengan prosedur ini, terutama karena pandemi membuat semua pasien harus menjalani pemeriksaan dalam kondisi telanjang untuk meminimalkan risiko penularan. Zahra tak lagi memakai pakaian dalam sejak awal, memudahkan proses ini.
Nampak kedua karyawan PKL itu sedikit terkejut. Gesture mereka yang semula santai, sekarang berubah menjadi kaki. Mereka berdua pun saling sikut satu sama lain. Bagaimana tidak, mungkin ini pertama kalinya mereka melihat Wanita dewasa membuka bajunya sampai telanjang secara langsung. Yang jelas Tono dan Abdul terlihat tidak mau mengedipkan matanya sekalipun. Dalam pikiran mereka kapan lagi bisa dapat pemandangan langka seperti ini.
Kemudian Dokter Evan, didampingi dokter koas Yudi dan Kelvin, serta perawat pria yang biasa membantu mereka, mulai melakukan pemeriksaan. Seperti biasa, rambut vagina Zahra dicukur terlebih dahulu oleh perawat untuk memastikan bahwa pemeriksaan berjalan lebih lancar dan nyaman. Zahra sudah terbiasa dengan tindakan ini, dan dia tidak lagi merasa malu seperti saat pertama kali melakukannya.
Setelah itu, tibalah saatnya untuk pemeriksaan urin. Zahra, yang sudah tidak merasa canggung lagi, langsung menampung urinnya di wadah yang disediakan di depan para dokter dan perawat. Hasil urinnya nanti akan diperiksa untuk mengetahui apakah ada masalah seperti infeksi atau tanda-tanda lain yang perlu diwaspadai selama kehamilan.
“Urin ini penting, mba Zahra, karena melalui tes urin kita bisa mengetahui apakah ada protein atau gula berlebih yang bisa mengindikasikan masalah seperti preeklamsia atau diabetes gestasional. Jadi, ini salah satu langkah penting dalam memastikan kesehatan Ibu dan janin,” jelas Dokter Evan sambil menerima sampel urin dari perawat.
Selanjutnya, Dokter Evan bersama dokter koas memulai pemeriksaan payudara. Karena perubahan hormonal, payudara Zahra mengalami pembesaran dan lebih sensitif, sebuah tanda umum kehamilan. Namun, pemeriksaan ini juga penting untuk mendeteksi tanda-tanda yang tidak diinginkan seperti benjolan atau infeksi.
Dokter Evan, Yudi, dan Kelvin memeriksa payudara Zahra dengan hati-hati, mengamati setiap perubahan. “Ini adalah perubahan normal, mba Zahra. Payudara akan terus membesar seiring kehamilan Mba Zahra, karena tubuh sedang mempersiapkan diri untuk menyusui. Jadi, jika terasa sedikit nyeri atau sensitif, itu hal yang wajar,” kata Dokter Evan sambil menjelaskan ke dua dokter koasnya.
Zahra mengangguk, merasa lega bahwa semuanya masih dalam batas wajar. Selanjutnya, mereka beralih ke pemeriksaan spekulum untuk memeriksa keputihan yang dialami Zahra. Dokter Evan memeriksa dengan congor bebek atau speculum untuk melihat lebih dalam apakah ada tanda-tanda infeksi yang menyebabkan keputihan abnormal.
“Spekulum ini akan membantu kita memeriksa kondisi serviks dan vagina mba, mba Zahra. Keputihan yang abnormal kadang bisa disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur, jadi kita akan pastikan semuanya baik-baik saja,” jelas Dokter Evan sebelum memulai pemeriksaan.
Spekulum dimasukkan dengan lembut, dan tim dokter mengamati kondisi bagian dalam vagina Zahra. Kelvin dan Yudi, sebagai dokter koas, ikut memperhatikan dengan seksama, sementara Dokter Evan menjelaskan setiap langkah. Setelah pemeriksaan spekulum selesai, Dokter Evan menyarankan agar Zahra menjalani Pap Smear, sebuah tes yang dilakukan untuk mendeteksi kanker serviks atau perubahan sel yang dapat menjadi awal dari kanker.
“Kita juga akan lakukan Pap Smear, mba Zahra. Ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada sel-sel abnormal yang bisa menjadi masalah di kemudian hari,” jelas Dokter Evan.
Zahra hanya mengangguk. Dia merasa percaya diri dengan penanganan yang diberikan tim dokter ini.
Setelah pemeriksaan spekulum, dilakukan pemeriksaan manual dengan jari oleh Dokter Evan. Dia menjelaskan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk merasakan kondisi serviks dan rahim secara langsung, serta memastikan tidak ada kelainan.
“Pemeriksaan manual ini penting untuk merasakan apakah ada sesuatu yang tidak normal di sekitar rahim dan vagina, terutama untuk mendeteksi kelainan bentuk atau posisi rahim,” kata Dokter Evan sambil memberi instruksi kepada Yudi dan Kelvin untuk melakukan pemeriksaan secara bergiliran.
Zahra sudah tidak merasa malu lagi. Meski diperiksa oleh beberapa dokter pria sekaligus, dia merasa nyaman dan percaya diri. Setelah itu, dua dokter koas ikut memeriksa tubuh Zahra sesuai arahan Dokter Evan, mereka bergantian memastikan setiap aspek kehamilan Zahra berjalan normal.
Terakhir, Dokter Evan melakukan USG transvaginal, meskipun untuk usia kehamilan 16 minggu, ini tidak terlalu dibutuhkan. Namun, dokter Evan tetap ingin memastikan bahwa semuanya dalam kondisi baik dan menambah pengetahuan bagi para dokter koas. “USG transvaginal ini sebenarnya lebih sering dilakukan pada usia kehamilan lebih awal, tapi kita lakukan untuk memastikan semuanya terlihat jelas,” kata Evan.
Kemudian, mereka beralih ke USG abdominal, metode yang lebih umum digunakan pada trimester kedua. Gambar janin Zahra mulai terlihat jelas di layar, dan Dokter Evan menjelaskan setiap perkembangan janin dengan rinci. “Ini janinnya, mba Zahra. Sudah mulai terlihat lebih besar. Organ-organ awal seperti otak dan jantung berkembang dengan baik. Detak jantungnya normal, sekitar 160 kali per menit, yang sesuai untuk usia kehamilan ini.”
Zahra tersenyum melihat gambar bayinya di layar. Janinnya sudah lebih besar dan tampak sehat. Hasil USG tersebut dicetak sebagai kenang-kenangan, dan Zahra memegang hasil cetaknya dengan bangga.
Sebelum Zahra mengenakan kembali pakaiannya, tim dokter meminta izin untuk mengambil foto dokumentasi kehamilannya, sebuah prosedur rutin yang sudah dijalani Zahra sejak pemeriksaan sebelumnya. Dia setuju dan difoto tanpa merasa canggung lagi.
Setelah mengenakan kembali hijab dan pakaian, Dokter Evan memberikan saran tambahan kepada Zahra. “mba Zahra, semuanya terlihat sehat. Namun, saya sarankan untuk lebih memperhatikan aktivitas seksual mba Zahra. Hubungan badan yang teratur dan nyaman dapat membantu keseimbangan hormon dan kesehatan selama kehamilan.”
“Oh mengenai itu dok…” jawab Zahra
“ya gimana mba?” tanya Dokter Evan
“gini dok,,, kebetulan suami saya sibuk kerja, sejujurnya udah 2 bulan kami tidak berhubungan badan.” Terang Zahra
“loh kok bisa? Istrinya cantik seperti ini kok suaminya gak rajin berhubungan? Padahal berhubungan seksual bisa meningkatkan hormon oksitoksin, prolactin dan endorphin. Tentunya bagus sekali untuk Kesehatan mba Zahra dan janin.” Lanjut penjelasan dokter Evan
"jadi bagaimana ya dok?sedangkan suami saya sekarang rutinitasnya rapat online zoom terus. sering tidak sadar waktu bisa dari pagi sampai malam hari." ucap zahra mengutarakan permasalahannya
“mas Galih juga mengikuti saran dari orang tuanya, kalau Wanita yang sedang muda jangan berhubungan suami istri dulu karena rawan keguguran” lanjut Zahra
"ooh begitu ya mba, padahal kalau semakin sering berhubungan, semakin banyak hormon baik yang diproduksi, tentunya mba zahra juga akan semakin sehat"
"sebenarnya bisa saja kami bantu mba, asal mba bersedia. bagaimana?" tanya dokter Evan
"emang bagaimana dok?" Zahra penasaran
"saya bisa saja memainkan kelentit mba Zahra, secara seksual mba Zahra akan merasa senang atau nikmat. semestinya prosedur ini cukup untuk memproduksi 3 hormon tadi. gimana?" tanya dokter Evan
mendengar ucapan dokter Evan membuat jantung Zahra berdegup kencang. Zahra tahu betul ini upaya pelecehan seksual terhadap dirinya. namun ada perasaan penasaran juga dari dalam hati wanita soleha ini. Ia penasaran bagaimana orang selain suaminya memperlakukan wanita.
"boleh dok,,, tidak apa-apa" jawab Zahra dengan suara agak gemetar.
Jelas lah ia agak ragu dengan ucapannya tadi, di lingkungannya Zahra dikenal seorang Wanita soleha. Sebelum pandemi covid Zahra tidak pernah bolos pengajian dengan ibu-ibu komplek. Apalagi setelah menikah dengan Galih, Zahra semakin menjaga diri untuk berusaha menjaga perasaan Galih seperti tidak pernah berjabat tangan atau kontak fisik dengan lawan jenis. Namun apalah daya syahwatnya kurang terpuaskan. Hawa nafsu dan rasa penasarannya lebih kuat dari benteng keimanannya. Saat ini Zahra sepenuhnya berserah diri ditangan Dokter Evan.
“ok mbak Zahra boleh lepas bajunya lagi sekarang dan rebahan di Kasur obgyn” perintah dokter Evan.
Akhirny Zahra melepas lagi bajunya lagi. Ia lepas lagi kerudung yang ia telah pakai dengan susah payah. Setelah telanjang bulat lagi Zahra rebahan di Kasur Obgyn tempat tadi ia diperiksa. Begitu mengangkang terlihat jelas vagina Zahra sudah basah. Malu rasanya malu ia pertontonkan lagi ketelanjangannya dihadapan para lelaki. Apalagi ada tambahan 2 orang lelaki yang nampak belum pernah menyentuh Wanita. Malu rasanya malu tapi membuat semakin basah.
“ternyata mbanya sudah basah, saya ambil cairannya untuk dioles ke kelentit ya” ucap dokter Evan. Dengan kondisi vagina yang sudah sangat basah tentunya tidak perlu pelumas tambahan lagi untuk memainkan liang kewanitaan. Dokter Evan pun mulai memainkan organ tubuh sebesar kacang yang berfungsi hanya untuk kenikmatan saja.
“hhmmpphh… uuhhh,,,,” lengungan Zahra dimaikan area tubuh paling privatenya. Berbeda dengan kondisi sebelum-sebelumnya yang memang masih ada pemeriksaaan kehamilan, saat ini apa yang dilakukan Dokter Evan memang murni pelecehan seksual.
“Aaahhh,,,, ahh,,, euuhh,,,” desahan pun berlanjut seiring dengan variasi permainan dokter Evan yang sekali-kali memilin, memutar, mencubit dan memijit selangkangan. Dokter Evan juga kerap kali memaikan vagina Zahra dengan mulut dan lidahnya. Dijilat, dihisap dan sesekali memasukan lidahnya ke lubang sempit surgawi Zahra.
Suasana semakin intens disaat Dokter Evan mulai mempercepat tempo permainan. Semakin cepat pergerakan jari Dokter Evan, semakin tinggi panggul Zahra. Semakin erotis lengungah gestur tubuh Zahra semakin terpana 6 lelaki di ruangan.
Tak lama kemudian “seer,,, seer,,, serr,,,” cairan squirt muncrat dari lubang pipis wanira terhormat ini. Belum pernah rasanya Zahra merasakan orgasme sampai memuntahkan cairan. Di momen itu Zahra baru paham apa makna surga dunia yang sesungguhnya, pantas saja banyak orang ketagihan berhubungan seksual pikirnya.
“wah wah waaahh,, mba Zahra keliatannya keenakan ya,,,” ucap dokter Evan dengan suara agak datar.
“Ok temen-temen ini Namanya oragasme pada Perempuan. Dititik tertentu pada saat aktifitas seksual semua manusia bisa mengalami ini. Orgasme pada perempuan adalah puncak dari rangsangan seksual, di mana tubuh mengalami serangkaian kontraksi otot yang intens dan perasaan kenikmatan fisik serta emosional yang mendalam. Orgasme pada perempuan melibatkan reaksi fisik dan psikologis yang terjadi secara bersamaan dan ditandai oleh pelepasan ketegangan seksual yang telah terbangun selama rangsangan….” Dokter Evan menjelaskan Panjang lebar seperti memberikan kuliah kepada 5 orang laki-laki lain terkait pengalaman yang baru saja dialami Zahra.
“oh iya mba Zahra kalau sama suami pernah orgasme sampai seperti ini?” tanya dokter Evan penasaran.
“nggak dok,,, ini pertama kalinya saya ngerasain kayak gini” jawab Zahra sambil terengah-engah setelah mengalami orgasme.
“wah wah wah,,, suami mba Zahra ini mau enaknya aja,,, padahal istri perlu dipuaskan juga. Sudah hamil begini belum pernah orgasme ini sih kebangetan.” Dokter Evan melanjutkan komentarnya.
“kalian disini nanti kalau sudah nikah jangan egois seperti suaminya mba Zahra ya. Kenikmatan seksual itu harus dicapai kedua belah pihak antara suami istri.” Lanjut Dokter Evan memberikan wajengan kuliah kepada teman-temannya.
“nah sekarang mba Zahra, demi meningkatkan produksi hormon oksitoksin, endorfin dan prolactin lebih baik, saya bisa bantu terapi lain jika mab Zahra bersedia, bagaimana?” tanya dokter Evan.
“terapi seperti apa dok?” Zahra penasaran.
“jadi anggap saja saya sebagai suaminya mba Zahra. Jadi nanti penis saya masuk ke dalam tubuh mba Zahra. Nanti sekalian saya coba titik-titik yang sekiranya tidak pernah disentuh oleh suami mba Zahra. Apakah mba Zahra bersedia?” ucap dokter Evan dengan segala kecabulannya.
Tentunya pertanyaan ini membuat terkejut Zahra, bukan hanya Zahra sebetulnya, semua yang ada di ruangan pun tidak menyangka kalau Dokter Evan akan berbicara seperti itu. Zahra pun tidak bisa berkata-kata. Tapi ia menampilkan gestur sedikit mengangguk tanda setuju.
“Ok kalau mba Zahra setuju kita mulai terapinya ya” Dokter Evan langsung membuka retsleting celananya. Ia turunkan celanya sepaha dan nampak lah penisnya yang tidak terlalu besar. Mungkin malah tidak sebesar punya suami Zahra.
Tanpa menunggu lama, Dokter Evan langsung menyodorkan penisnya ke vagina Zahra. Tidak sulit penisnya masuk karena zahra masih dalam keadaan basah kuyup hasil orgasme pertamanya. Ia pun langsung memendam dalam-dalam seluruh batang kemaluan imut itu.
“aaah….” Zahra tak kuasa menahan suaranya.
“Enak ya mba Zahra. Nah kawan-kawan perempuan kalau memang betul-betul sedang menikmati biasanya mendesah dan vaginanya mengeluarkan cairan pelumas seperti mba Zahra sekarang” kembali dokter Evan menjelaskan layaknya sedang memberikan kuliah.
“Kami sudah pada tahu dok hahaha” respon Kelvin Dokter Koas membuat seisi ruang tertawa. Malu rasanya malu Zahra saat ini. Zahra sadar betul dirinya sekarang menjadi objek bercandaan seksual. Bayangkan Zahra yang semasa hidupnya selalu rajin beribadah, dibekali ilmu2 agama yang luhur sedari kecil oleh orang tuanya, sekarang dalam keadaan hina tak berdaya menjadi objek seksual. Tentunya ada secercah rasa untuk melawan, namun apa daya Zahra menikmati proses pelecehan ini.
Dokter Evan pun dengan stabil memajuk mundurkan panggulnya. Awal-awal ia lakukan dengan tempo pelan, sesekali ia kencangkan tempo kencang. Dari raut wajahnya Zahra tampak menikmati, ketika tempo pelan Zahra menggigit bibir bawahnya. ketika tempo kencang Zahra tutup mulut dengan kedua tangannya sebagai usaha memenjarakan lenguhan kenikmatan menggema seisi ruangan.
"mba Zahra sayang, gak usah ditahan-tahan kalau mau mendesah. gak usah khawatir ruangan ini semestinya kedap suara kok" ucap dokter Evan melihat reaksi Zahra.
"Ayo mba Zahra gak usah malu-malu, kalau nikmat gak usah disembunyi-sembunyiin" komentar Kelvin si dokter Koas kurang ajar.
Mendengar 2 Dokter sinting itu Zahra akhirnya melepaskan kedua tanganya dari mulut solehanya.
"aaahhh,,, aaahhh,, aaahhh,,,,,,”
"dok,,, aaahh,,, "
akhirnya seisi ruangan dipenuhi desahan Zahra.
Mendengar suara Zahra ternyata mendorong dokter Evan untuk lebih semangat memaju mundurkan batang senang miliknya. Semakin kencang, semakin tak karuan goncangan tubuh Zahra. Kedua buah dadanya bergoncang naik turun, tak lupa dengan perut hamilnya yg sudah terlihat buncit pun bergoyang seirama dengan hentakan dokter Evan. Adegan ini meransang penonton untuk tidak berkedip.
Sadar tatapan para pria semakin intens malah membuat Zahra semakin naik birahinya. Jiwa eksibisionis yang bulan-bulan lalu sudah mulai bangkit sedikit, sekarang sepertinya sudah keluar seluruhnya. Rasa malu dan terhina malah menjadi pemicu libido bumil ini semakin menjadi-jadi. Apalagi sekarang Zahra sedang dilihat 6 lelaki yang tidak begitu Zahra kenal. 1 Dokter spesialis, 2 dokter coas, 1 perawat, dan 2 karyawan PKL. Jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan kepuasan seorang eksibisionis. Apalagi Zahra satu-satunya orang yang telanjang di ruangan itu membuat Zahra makin merasa terhina.
Variasi sederhana permainan dilakukan oleh dokter Evan. Mulai dari memilin puting, memijat payudara, sampai memainkan kelentit ia lakukan sambil penetrasi. Semua variasi mendapat respon baik oleh Zahra, apalagi pada saat biji kacangnya dimainkan dengan jari, Zahra memproduksi desahan manja yang sebelumnya belum pernah keluar saat bersama Galih suaminya.
"Ohh... aku nggak tahan lagi... Begitu… apa ini…, dalam banget... sentuh... ahh, aku pengen lebih... tolong, jangan berhenti... Aku butuh kamu sekarang... begitu…aaaahhh , begitu dalam... ohh... terus, jangan berhenti... Ahh, rasanya... terlalu nikmat... aku... aku... AAAAKKKKHHHH!!"
Zahra pun mencapai orgasme untuk kedua kalinya. Panggulnya naik, Penis Dokter Evan lepas dari cengkraman liang senggamanya, Vagina Zahra pun menyemburkan cairan kepuasan seirama dengan kejang-kejang yang dialami.
"nah mba, perlu diketahui bahwa secara medis, orgasme selama kehamilan, terutama di trimester kedua, itu aman. Ini sering kali menjadi kekhawatiran banyak ibu hamil. Justru, pada periode ini tubuh wanita mulai lebih nyaman dengan perubahan hormonal dan fisik yang terjadi, sehingga beberapa ibu hamil mungkin merasa lebih bergairah.” Dokter Kevin malah memberi kuliah lagi.
“nah teman-teman, penting bagi kita untuk mengedukasi pasien terkait hal ini. Pada trimester kedua, rahim sudah lebih stabil dibandingkan trimester pertama, di mana risiko keguguran lebih tinggi. Selama tidak ada kondisi medis tertentu, seperti plasenta previa atau riwayat kontraksi dini, orgasme tidak akan memicu persalinan prematur atau menyebabkan komplikasi. Ketika wanita hamil mengalami orgasme, mungkin ada rasa tegang di perut akibat kontraksi rahim ringan, tetapi ini umumnya normal dan tidak berbahaya.”Sekarang Dokter Evan malah lanjut menjelaskan kepada para penonton.
“Mba Zahra gak merasa sakit kan?”
Dokter Evan malah bertanya kepada Zahra yang masih terengah-engah akibat dari orgasme terhebatnya semasa ia hidup.
"Nah sering menjadi pertanyaan pasangan orang-orang, ejakulasi di dalam vagina itu aman. Secara umum, untuk kehamilan yang sehat dan normal tanpa komplikasi, ejakulasi di dalam vagina memang aman. Cairan semen atau sperma tidak akan membahayakan janin, karena janin dilindungi oleh kantung ketuban dan cairan ketuban. Selain itu, serviks juga tertutup rapat oleh semacam lendir yang melindungi bayi dari infeksi atau kontaminasi dari luar.” Lanjut ceramah Dokter Evan
“Saya buktikan kalau keluarin sperma di dalam itu aman”
Zahra masih dalam keadaan terngah-engah, Dokter Evan kembali memasukan penisnya kedalam vagina Zahra dan segera melakukan penetrasi.
"Ahh... ya.... tolong... enak... ahh... jangan berhenti... ak... lebih lagi... ahh... terus... ya, begini... ohh... aku nggak tahan... lebih cepat... ahh..." Zahra pun tak bisa membendung ekspresirasa nikmatnya.
Dokter Evan melakukan penetrasi dengan cepat dan kuat. Gerakannya tegas, seolah ingin menguasai sepenuhnya situasi. Setiap dorongan terasa intens, membuat suara desahan memenuhi ruangan. Dalam momen itu, waktu seolah berhenti, dan fokus mereka sepenuhnya tertuju pada satu sama lain, menciptakan ikatan yang tak terputus di tengah intensitas yang memuncak,
“Iikkhh… iy… terus…jangan berhenti! Uuhh… oooohhh… aahh… ini… … Iikkhh… aku …lama…… tahan. Uuhh… oh, ya… aahh… AAAAAKKKKHH…”
Dokter Evan pun memuntahkan benih-benih calon janinnya bersamaan dengan orgasme ke-3 Zahra.
Dokter Evan pun berdiam sejenak memulihkan tenaganya. Sambil menatap mata Zahra perlahan ia tarik penisnya keluar dari pelukan surgawi. Cairan semennya sebagian menetes keluar.
“Nah kawan-kawan, setelah pembuahan terjadi dan kehamilan dimulai, tubuh wanita akan menghentikan siklus menstruasi dan ovulasi. Hormon-hormon tertentu dalam tubuh bekerja untuk menjaga kehamilan agar tetap stabil. Jadi, meskipun ejakulasi terjadi di dalam vagina, itu tidak akan menyebabkan pembuahan baru karena tidak ada sel telur yang siap untuk dibuahi.”
“Jadi sekarang suami mba Zahra bebas kalau mau mengeluarkan Spermanya” lanjut penjelasan Dokter Evan.
Zahra hanya bisa terdiam. Saat ini ia hanya bisa meratapi apa yang telah terjadi terhadap dirinya. Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam pikirannya. Apakah saat ini ia sedang mengalami pemerkosaan? Kalau pemerkosaan kenapa ia menikmatinya? Bagaimana suaminya Galih kalau tahu dirinya telah bersetubuh dengan pria yang bukan suaminya? Padahal selama ini Zahra dikenal sebagai perempuan baik-baik, punya pendidikan tinggi, rajin beribadah, dan datang dari keluarga baik-baik.
“Oh iya siapa nama kamu, Tono Sama Abdul ya?” Dokter Evan tiba-tiba bertanya kepada dua karyawan PKL.
“iya pak Dokter” mereka berdua menjawab.
“udah pernah berhubungan sex belum ton?”
“belum pernah dok.” Jawab Tono
“kalau kamu dul?”
“belum juga pak Dok, saya lihat perempuan telanjang secara langsung aja baru kali ini.” Jawab Abdul.
“oooh kasihan masih belum pada belum punya pengalaman toh. Yaudah mumpung ada mba Zahra yang lagi mau ningkatin hormon oksitoksin, prolactin sama endorphin nih boleh nyoba. Siapa dulu nih yang mau?” Zahra ditawarkan kepada dua karyawan PKL itu bagaikan barang dagangan.
“Waaaahhh enak betul Dok. Saya kok gak ditawarin dok?kan mau juga” tiba-tiba dokter coas Kelvin bertanya dengan nada protes.
“ah lu van pasti udah sering hubungan sex sama perempuan. Kita kasih kesempatan yang belum lah” jawab Dokter Evan.
“nah yu cepetan siapa yang mau duluan? Keburu Vagina mba Zahra kering”lanjut Dokter Evan menawarkan Zahra kepada para perjaka.
Tono dan Abdul berdiri bersebelahan, saling melirik dengan malu-malu saat dokter Evan menawarkan ide yang tak terduga, Suasana jadi kikuk, mereka berdua tertawa kecil, berusaha menahan canggung. Tono menyikut lengan Abdul, sementara Abdul balas menyikut balik dengan senyum lebar di wajahnya. Keduanya jelas terpancing oleh tawaran itu, tapi sama-sama saling tunggu siapa yang bakal bicara duluan. Setelah beberapa detik saling lempar pandang, Tono akhirnya angkat tangan sedikit, senyum-senyum sendiri, "saya duluan deh, Dok," katanya dengan nada setengah bercanda, sementara Abdul pura-pura pasrah, meski senyumnya tak pudar.
“nah gitu dong berani ton. Dilap dulu bekas sperma saya. Sesudah itu langsung masukin aja penis lu.” Perintah dokter Evan
Zahra duduk mengangkang diam, menundukkan kepala, merasa wajahnya memerah saat mendengar interaksi antara Tono dan Abdul yang saling sikut dan senyum-senyum karena ditawari oleh dokter Evan untuk bersetubuh dengannya. Jantungnya berdegup kencang, campuran perasaan malu dan tidak nyaman bergejolak dalam dirinya. Dia berusaha menahan senyum kecil yang hampir muncul di bibirnya, karena meskipun rasa malunya begitu besar, ada bagian dari dirinya yang diam-diam menikmati perhatian itu. Namun, ia tetap diam, tak ingin menunjukkan perasaan yang sebenarnya.
Zahra mencoba menenangkan hatinya, meski dalam hati ada sensasi aneh yang membuatnya senang diperlakukan seperti itu—diperhatikan, diinginkan. Meski begitu, ia memilih untuk tidak berkata apa-apa, hanya membiarkan situasi berjalan sesuai alurnya. Rasa malu yang menyelimuti dirinya membuatnya diam, menerima semua candaan dan sikap mereka dengan pasrah, meski dalam hati ada percikan kegembiraan yang sulit ia jelaskan. Zahra tahu bahwa ini aneh, tapi entah kenapa ia tidak menolak, malah merasa nyaman dalam rasa malunya itu.
Tono pun menyeka vagina Zahra dari cairan semen Dokter Evan. Setelah itu Tono langsung mengeluarkan penisnya dan langsung mengarahkan pistolnya itu ke dalam liang kenikmatan Zahra. Dalam keadaan masih basah didalam, tidak sulit bagi Tono untuk memasukan penisnya. Tono pun langsung memaju mundurkan pinggulnya.
“Ahh... ya... yaa... eemmhh... begit... ahh... jangan berhenti...mau... lebih... ahh... terus... ya, begini... ohh...... lebih cepat... ahh..." desah Zahra.
“perjaka apanya lu Ton, hebat gini bisa bikin mba Zahra mendesah haha” Komentar Dokter Evan.
“keseringan nonton bokep dia pasti dok, jadi tau caranya haha” lanjut candaan Kelvin.
Tidak menanggapi komentar para seniornya, tono tetap gencar menghujam penisnya. Tidak seperti Dokter Evan yang berpengalaman, Tono agresif dan dengan intensitas cepat memaju mundurkan pinggulnya. Walhasil, belum sampai 2 menit Tono mencapai ejakulasi. Tono pun memuntahkan spermanya di dalam. Tubuhnya langsung lemas dan ia langsung mendekapkan tubuhnya diatas tubuh Zahra. Sungguh pemandangan luar biasa dimana Zahra yang berkulit putih ditindih oleh laki-laki berkulit gelap yang sepertinya biasa bermain di tengah terik matahari.
“udah Ton cukup cukup gak usah lama-lama. Sekarang giliran Abdul” perintah dokter Evan.
Tono bangkit dari kursi obgyn dan bergantian dengan Abdul. Ternyata Abdul sedari tadi sudah melepas celana panjangnya. Semua terkejut melihat ukuran penisnya. Semua yang ada di ruangan memawajari ketika mereka sadar bahwa Abdul memang turunan timur tengah. Sebuah etnis yang dapat menyaingi “kebesaran” orang kulit hitam. Tanpa disuruh Abdul langsung menancapkan palu gada perkasa miliknya.
“AAAAAKKKKHH!!” teriak Zahra kemasukan barang paling besar yang pernah ia rasakan.
Abdul secara alami memaju mundurkan pingganngnya dengan cepat. Kondisi badan yang ternyata fit ternyata mampu membuat gerakan cepat itu stabil tanpa ada jeda melambat sedikit pun. Semua penonton terdiam menyaksikan permainan Abdul. Tak disangka seorang perjaka mampu bermain paling garang diantara dua orang sebelumnya.
"Uuhh… oh, … aahh…. Iikkhh… ga bisa menahan Uuhh… lebih Uuhh… dalam, Uuhh…lebih cepat… aahh… .
Uuhh…aahh… ak…. ku. Iikkhh…, lebih… Uuhh… terusk… aahh… ini. Aahh… hampir… hampir…
Iikkhh… tidak… jangan berhenti! Uuhh… … aahh… ini… ini luar biasa… Iikkhh…. Uuhh… oh, ya… aahh… itu… Uuhh…aahh… Iikkhh… aku Uuhh… sampai… uuhh… oh, ya… aahh… …"
Zahra? tentu saja ia begitu menikmati. Permainan Abdul yang konsisten mampu membawa Zahra ke puncak orgasme berkali-kali.
“Dul,,, kamu yakin belum pernah main sama perempuan sebelumnya?” tanya dokter Evan.
Abdul tidak memperdulikan pertanyaan Dokter Evan. Ia tetap menghujamkan senjata jahanam itu ke liang peranakan Zahra.
“si Abdul kebanyakan nonton bokep kayaknya dok, jadi udah jago sekarang haha” komentar Kelvin.
Dengan komentar-komentar orang sekelilingnya, Abdul tetap serius menghancurkan vagina Zahra. Posisi Zahra sendiri sudah tidak karuan. Yang awalnya mengangkang lebar sekarang posisinya miring, kedua kakinya menutup tapi tidak menghalangi penis Abdul menyeruak masuk kedalam. Kedua tangan Zahra memeluk bagian atas kursi. Ekspresinya seperti meminta ampun tapi tidak sudi jika siksaan yang diderita berakhir.
Akhirnya setelah oragasme yang beberapa kali dari Zahra, Abdul akhirnya mencapai ejakulasi. Spermanya tumpah ruah keluar dari vagina Zahra. Sepertinya rahim Zahra tak mampu menampung seluruh velume calon anak Abdul. Abdul pun berhenti dengan kondisi yang ngosngosan mencari napas. Seisi ruangan tepuk tangan memberi selamat kepaad Abdul atas pertunjukan luar biasa yang ia berikan.
“ok Abdul keren banget, kamu punya bakat dibidang ini. Sekarang pasti sudah meningkat hormon penting dalam kehamilan mba Zahra” ucap Dokter Evan.
“Mba Zahra, pemeriksaan dan terapi hormon sudah selesai. Sekarang mba Zahra sudah boleh pulang. Jangan lupa untuk pemeriksaan selanjutnya dibawa buku perkembangan kehamilannya.” Lanjut Dokter Evan.
“yah dok kita berdua gak dapet jatah?” tanya dokter coas Kelvin.
“nanti aja pemeriksaan selanjutnya. Kasian mba Zahra sudah kecapaian dihajar 3 orang hari ini.” Jawab dokter Evan.
Dengan berat hati Kelvin pun menerima arahan dokter Evan. Usai perawat membersihkan badan Zahra dari keringat, cairan cinta dan peju 3 bajingan, Zahra bangkit dari kursi obgyn dan mengenakan pakaiannya kembali.
“Terima kasih atas terapinya, Dokter. Saya akan ingat saran-saran Dokter,” kata Zahra dengan senyum penuh pengertian.
Saat meninggalkan ruang periksa, Zahra merasa puas dan lega ternyata hubungan seks dapat dilakukan dengan bebas dan yang terpenting. kehamilannya berjalan lancar, dan dia tahu bahwa dia berada di tangan yang tepat.
Part 5 – Pemeriksaan 5 Bulan – Coas Usil
Foto Zahra kehamilan 5 bulan
Zahra tiba di rumah sakit untuk pemeriksaan kehamilannya yang kelima. Hari itu terasa sama seperti hari-hari sebelumnya, namun ada sedikit perasaan tenang yang menyelimuti dirinya. Kehamilan telah berjalan selama lima bulan, dan dia merasakan perubahan yang semakin signifikan pada tubuhnya. Kulitnya tampak lebih bercahaya, efek dari pregnancy glow yang sering ia dengar dari dokter dan teman-temannya. Setiap kali bertemu seseorang, dia selalu mendapatkan pujian akan kecantikannya yang semakin bersinar.
Begitu memasuki ruang tunggu, Zahra tak bisa menahan senyuman kecil. Sudah menjadi kebiasaannya pergi sendiri untuk pemeriksaan karena protokol Covid-19 yang ketat, dan Galih, suaminya, tetap tak diperbolehkan masuk untuk mendampinginya. Meskipun begitu, Zahra sudah terbiasa, dan tidak merasa keberatan lagi. Dia merasa percaya diri menghadapi pemeriksaan ini sendirian.
Tak lama, perawat yang sudah mengenalnya dengan baik mengantarnya masuk ke ruang pemeriksaan. Di sana, seperti biasa, Dokter Evan dan dua dokter koas yang sudah menjadi tim rutinnya, Yudi dan Kelvin, sudah menunggunya. Ketiga pria itu langsung menyapanya dengan senyum hangat.
“Selamat datang, Mba Zahra.Mba Zahra semakin bersinar saja,” puji Dokter Evan sambil mempersiapkan alat-alat pemeriksaan. “Kulit Mba Zahrater lihat sangat cerah. Ini yang disebut pregnancy glow. Hormon-hormon kehamilan benar-benar bekerja dengan baik pada tubuh Anda.”
Zahra tersipu malu mendengar pujian itu, tapi dia tetap merasa bangga. Meski merasa lebih cantik, dia tak lupa menjaga penampilannya agar tetap sederhana dan sesuai dengan ajaran agamanya. Mengenakan hijab yang selalu menutupi kepalanya, Zahra tetap menjaga penampilan sederhana di tengah perubahan tubuh yang semakin jelas terlihat.
Setelah melepas baju seperti yang biasa dia lakukan dalam setiap pemeriksaan, Zahra berbaring di atas ranjang pemeriksaan. Dokter Evan dan timnya mulai dengan pemeriksaan rutin. Pertama, mereka memeriksa detak jantung janin menggunakan alat Doppler. Detak jantung bayi terdengar jelas, dan Zahra merasa lega mendengarnya.
“Detak jantung bayi Mba Zahramasih dalam rentang normal, sekitar 150 kali per menit,” kata Dokter Evan sambil tersenyum. “Semua tanda-tanda pertumbuhan bayi juga terlihat baik.”
Selanjutnya, mereka melakukan pemeriksaan perut untuk memastikan perkembangan janin. Zahra mulai merasakan gerakan janin, dan Dokter Evan menegaskan bahwa itu adalah tanda positif perkembangan motorik bayi.
Namun, setelah pemeriksaan rutin selesai, Dokter Evan memperkenalkan sesuatu yang baru pada kunjungan kali ini. “Zahra, kali ini, kita akan melakukan terapi tambahan lagi untuk mendukung hormon mba, khususnya oksitosin, dopamin, dan prolaktin.”
Zahra mengerutkan kening, tidak terlalu paham apa yang dimaksud dengan terapi tersebut. “iya boleh dok…”
Zahra masih belum sepenuhnya paham, tetapi dia mempercayai dokter yang sudah menanganinya sejak awal kehamilannya. “Bagaimana cara terapinya yang sekarang, Dok?” tanyanya.
Dokter Evan tersenyum, lalu memberi penjelasan yang lebih spesifik. “Terapi yang akan kami lakukan hari ini melibatkan stimulasi sensorik dan seksual yang dapat memicu peningkatan produksi oksitosin dan dopamin. Kami akan memulai dengan beberapa rangsangan yang ringan dan sesuai kebutuhan fisik mba sebagai ibu hamil.”
Zahra hanya mengangguk pelan, memberi tanda persetujuan.
Tim dokter yang terdiri dari Kelvin dan Yudi kemudian mulai melakukan terapi. Mereka menggunakan teknik-teknik medis yang bertujuan untuk merangsang area-area tertentu pada tubuh Zahra, termasuk payudara, perut, dan beberapa titik sensitif lainnya aka vagina, dengan lembut dan perlahan. Proses ini Zahra mengalami kenaikan birahi.
“Kami melakukan ini dengan sangat hati-hati, Bu Zahra,” kata Dokter Evan sambil memandu dokter koasnya. “Sentuhan yang lembut dan rangsangan pada titik-titik ini akan membantu tubuh mba Zahra memproduksi hormon-hormon yang penting selama kehamilan. Jangan khawatir, semuanya aman dan sesuai dengan protokol medis.”
Zahra tetap berbaring diam, membiarkan proses terapi berjalan. Dia mulai merasakan kehangatan menjalar di tubuhnya, dan perlahan-lahan tubuhnya terasa lebih santai namun birahi. Tidak canggung sama sekali, Zahra mulai memahami bahwa ini adalah bagian dari perawatan yang penting untuk kehamilannya. Terapi ini berlangsung sekitar dua menit, dan selama itu Zahra berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada manfaat yang akan dia peroleh dari proses tersebut. Tanpa sadar vagina Zahra sudah becek dan basah.
“vin, udah basah tuh” kata Yudi
“oh iya lumayan cepat juga ya mba Zahra basahnya” kata dokter coas Kelvin.
Zahra hanya terdiam, saat ini ia menerima apapun perlakuan dua dokter muda itu. Pertama Kelvin membuka kaki Zahra yang kemudian ia jilati dan cium area selangkangannya. Sedangkan Yudi memainkan dua buah payudara Zahra. Satu menghisap dan menjilat sedangkan satunya lagi memijat dan memelintir. Dengan perlakuan ini Zahra hanya bisa merem melek keenakan.
Yang aneh adalah Kelvin. Sesungguhnya vagina Zahra sedang mengalami keputihan cukup parah. Cairan putih berbau tidak sedap keluar deras dari liang senggamanya. Namun kondisi tersebut yang membuat Kelvin makin bersemangat. Tanpa ragu ia hisap dan telan cairan penuh fungi itu. Dengan ketidak ragu-raguan Kelvin melumat selangkangan membuat Zahra semakin menikmati permainan. Selangkanganya ia buka sendiri sehingga kakinya membentuk huruf M sebagai tanda bahwa Zahra sepenuhnya berserah diri kepada Kelvin.
Adapun permainan Yudi menghisap-hisap putting payudara Zahra. Yang ternyata menyebabkan air susu Zahra teransang untuk keluar.
“wah selamat mba Zahra, ASInya mulai keluar” ucap Yudi.
tentunya ini membuat Yudi semakin semangat pula memainkan dua buah dada Zahra. Isapan yang kencang ternyata memberikan efek meningkatkan libido. Cubitan pada areola satunya juga membuat ASI Zahra muncrat kemana-mana.
Tak pernah Zahra membayangkan bahwa dirinya yang biasa bertingkah laku alim sekarang tubuhnya menjadi mainan laki-laki selain suaminya. Zahra menikmati momen ini, ia menikmati momen dimana cairan yang ia hasilkan dari dalam tubuhnya disantap oleh pria. Hal ini yang sebelumnya tidak pernah dirasakan bersama Galih suaminya. Boro-boro menyentuh, melihat Zahra keputihan saja Galih jijik, akibatnya Zahra yang jarang disentuh semakin jarang bersetubuh. Dalam hatinya, ada rasa bangga bahwa tubuhnya dapat dinikmati pria-pria.
Tak lama, dengan permainan ganda dokter coas yang cooperatif tidak sulit bagi Zahra untuk mencapai orgasme. Dadanya busung, pinggulnya naik turun. dalam waktu yang bersamaan cairan cinta dan ASInya muncrat kearah yang asal. Suatu pemandangan langka bahkan dalam dunia industri film porno tapi terjadi pada Zahra yang alim.
Kemudian tanpa memberikan Zahra kesempatan untuk bernafas, Kelvin memasukan penisnya kedalam vagina Zahra.
"Uuhh… aahhh… iihhh…," desahannya semakin berat. Tubuhnya bergerak mengikuti irama, napasnya tersengal. "Aaahh… uuhh… iikkhh… aahhh…" Tangannya mencengkeram erat, mencari pegangan, matanya terpejam kuat.
"Uuhh… uuhhh… aahh…!" Dia tak bisa lagi menahan suara yang keluar dari mulutnya, sensasi yang semakin intens. "Iikkhh… aaargghhh…!" Getaran di tubuhnya terasa semakin kuat, napas tersendat-sendat di antara desahan panjang.
"Uuhh… ahhh… aaahhh…" Setiap desahannya terdengar semakin tak teratur, tubuhnya mulai bergetar, mencengkram lebih erat lagi. "Aaahhh… uuhh… aarrrgghh…" Tepat pada saat itu, satu desahan panjang terdengar, seperti puncak dari semua rasa yang meledak bersamaan.
desah Zahra menikmati irama yang dimainkan Kelvin dalam tempo yang tidak begitu cepat namun stabil. Payudara dan perut Zahra pun naik turun mengikuti irama gerakan Kelvin. Tak kuasa melihat gemasnya gerakan payudara Zahra, Yudi kembali memainkan payudara Zahra dengan kedua tangannya. Sedangkan mulutnya mencium bibir merah calon ibu itu. Ciuman pun bukan ciuman biasa, Yudi mentransfer air liurnya lewat lidahnya yang berenang bebas kesana kemari menjelajah rongga mulutnya. Kerap kali lidahnya saling bertemu, saling menimpa satu sama lain, dan saling memeluk satu sama lain. Sebuah french kiss yang Galih tak mampu berikan karena ia tak tahu caranya.
Ditengah kegilaan itu Zahra pun mencapai orgasme kedua. Romantis menurutnya, Zahra rasa dirinya saat ini sedang diperebutkan oleh dua lelaki. Dua lelaki yang ingin membuktikan bahwa dirinya lah yang dapat memberikan kenikmatan hakiki terhadapnya. Perlakuan mereka tidak Zahra anggap sebagai pelecehan belaka, tapi juga sebagai validasi bahwa dirinya cantik.
Melihat kondisi Zahra sesudah orgasme, Kelvin pun bertukar posisi dengan Yudi. Yudi mengocok penisnya agar berdiri lebih tegak, penisnya ternyata tidak lebih besar dari Kelvin, mungkin diantara para bajingan Yudi lah yang memiliki penis paling kecil. Dengan kondisi penis kerdil tentunya sangat mudah baginya untuk masuk kedalam Zahra.
"Uuhh… aaahhh… iihhh… uuhh, lebih kuat lagi… aaahhh… iikhh, di situ… uuhh… aaahhh… jangan berhenti… aarghh… uuhh, yaaahhh… iihhh, lebih dalam… aaahhh… uuuhhh, cepat lagi… aaahhh… iihhh… uuhhh, yaaa… aarghh, aku nggak tahan lagi… aaahhh, di situ… uuhhh… aahh… iihhh, terus… aarrgghh… uuuhhh… aaahhh, yaaahhh… iihhh… uuhhh, lebih kuat… aaahhh, aku hampir… uuhhh… aaahhh… aarghh!"
Namun ternyata ukuran tidak berpengaruh besar terhadap apa yang Zahra rasakan. Baik desahan maupun gesture yang keluar sama persis seperti pada saat Kelvin menungganginya. Mungkin bukan soal ukuran, tapi soal keadaan hina yang saat ini ia alami. Mungkin sebetulnya ia mempunyai fetish “dipermalukan”?
Tak lama kemudian Yudi pun ternyata mampu membuat Zahra Orgasme. Dengan panjang hanya 11 cm ternyata cukup perkasa untuk membuat Zahra terpuaskan. Kedua dokter coas mungkin mempunyai pengalaman dengan perempuan sebelumnya. Mereka dapat menahan ejakulasi sesuai keinginan. Akhirnya mereka sepakat untuk mengeluarkan peju di mulut Zahra. Masih dalam keadaan lemas, Kelvin mengarahkan penisnya kearah mulut Zahra. Ia buka mulut Zahra dan mulai mengocok penisnya. Cairan semen yang keluar lumayan banyak. Ada juga yang sampai meluber keluar bibir. Yudipun mengeluarkan pejunya di tempat yang sama dengan kuantitas yang sama pula. Sungguh pemandangan yang absurd. Mulut Zahra yang yang terbiasa bertutur kata sopan dan seraya melantunkan ayat-ayat suci sekarang penuh dengan zat hina. Penuh mulutnya sehingga Zahra kesulitan berbicara.
“Mba Zahra sekedar info, kalau cairan semen itu mengandung banyak nutrisi baik. Tentunya kalau mba Zahra telan akan baik juga untuk kesehatan” terang dokter Evan.
Atas informasi yang disampaikan dokter Zahra menelan seluruh peju yang ada di mulutnya. Peju sebanyak itu tentunya membuat ia merasa mual, dari rasa sampai baunya betul-betul tidak enak. Namun demi kesehatan tetap ia telan pikirnya.
“Nah mba Zahra, sekian ya terapi hormonnya. Saya nggak enak kalau lebih lama lagi. Karena ada pasien lain yang sedang mengantri di depan.” Ucap Dokter Evan.
“Semoga mba Zahra dan calon bayi sehat selalu ya” lanjut Dokter Evan“Tidak perlu khawatir,” tambah Dokter Evan. “Berhubungan intim selama kehamilan, selama dilakukan dengan nyaman dan aman, bisa sangat bermanfaat. Jadi, jangan ragu untuk melakukannya.”
Zahra mengangguk dan berterima kasih atas penjelasan dan perhatian dokter. Setelah berpakaian kembali, Zahra meninggalkan ruang periksa dengan perasaan senang, capek, namun senang. Dia merasa tubuhnya dirawat dengan baik dan bahwa setiap langkah yang diambil dokter adalah untuk memastikan kehamilan berjalan lancar.
Selama perjalanan pulang, Zahra merenungkan nasihat yang diberikan Dokter Evan. Mungkin, berbicara dengan Galih tentang hal ini akan membantunya mengatasi perubahan hormon yang kadang membuat suasana hatinya naik turun. Bagaimanapun, kesehatan dirinya dan bayi adalah yang paling utama.
Pemeriksaan kelima ini membawa pengalaman baru bagi Zahra. Meskipun ada terapi yang agak di luar dugaan, dia tetap merasa yakin dan nyaman karena dikelilingi oleh tim medis yang peduli dan profesional.
Part 6 – Pemeriksaan 6 Bulan – PKL Macam Apa Ini?
Foto Zahra kehamilan 6 bulan
Zahra memasuki bulan keenam kehamilannya, dan pagi itu dia sedang bersiap untuk pemeriksaan rutin di rumah sakit. Sudah biasa baginya menghadapi protokol yang ketat selama pandemi ini. Meski kehamilan membuatnya lebih sering merasa lelah, Zahra tetap bersemangat. Galih, suaminya, tidak dapat menemaninya lagi kali ini karena aturan rumah sakit yang melarang pendamping selama masa pandemi.
Setibanya di rumah sakit, Zahra langsung menuju ruang pemeriksaan. Seperti biasa, dia disambut oleh dokter Evan dan dua dokter koas yang sudah sering menemaninya, Yudi dan Kelvin. Mereka semua sudah sangat familiar dengan Zahra, begitu pula Zahra dengan mereka. Dokter Evan memuji kondisi kehamilan Zahra yang berjalan dengan baik sejauh ini.
"Selamat pagi, Mba Zahra. Senang melihat Mba Zahra lagi. Bagaimana kabarnya? Kehamilannya terasa baik-baik saja?" sapa dokter Evan dengan senyum hangat.
"Alhamdulillah, Dok. Semuanya baik. Cuma sekarang jadi lebih cepat lelah," jawab Zahra dengan senyum tipis, meski sedikit terlihat lelah.
Setelah beberapa percakapan kecil, Zahra melepas bajunya dengan sigap, seperti yang sudah sering ia lakukan selama pemeriksaan sebelumnya. Prosedur ini sudah menjadi rutinitas yang Zahra jalani dengan tenang. Dia sudah terbiasa dengan lingkungan medis di sini dan merasa nyaman meski setiap kali harus menjalani pemeriksaan dalam keadaan tanpa baju.
Pemeriksaan berjalan seperti biasanya. Pemeriksaan urin dilakukan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Dokter Evan mengamati perubahan pada tubuh Zahra, terutama pada payudara yang semakin membesar. Mereka juga melakukan USG untuk melihat perkembangan janin yang terus tumbuh dengan sehat di dalam kandungan.
"Hasilnya baik, Bu Zahra," kata dokter Evan sambil menunjukkan layar USG. "JaninMba Zahratumbuh dengan normal, dan detak jantungnya stabil."
Zahra merasa lega mendengar kabar baik itu. Namun, saat semua pemeriksaan fisik selesai, dilanjutkan dengan terapi yang dilakukan oleh dokter coas Kelvin dan Yudi seperti bulan lalu.
Seperti biasa dilakukan foreplay terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan berhubungan sex secara bergiliran oleh Kelvin dan Yudi. Namun naas, Zahra kali ini hanya mengalami orgasme 1 kali saja.
Dokter Evan tampak berpikir sejenak, lalu ia mendekati Zahra dengan suara tenang. "Sepertinya, terapi kali ini kurang berhasil. Mungkin karena faktor kelelahan atau perubahan hormonal yang lebih drastis di trimester kedua ini."
Zahra menatapnya dengan bingung. "Jadi, apa yang harus dilakukan, Dok?"
Setelah beberapa saat berpikir, dokter Evan akhirnya memutuskan. "Mba Zahra, untuk membantu Mba Zahra mendapatkan hasil yang lebih baik, saya akan minta bantuan dari dua pegawai PKL kami yang sedang magang, Tono dan Abdul. Mereka bisa membantu melanjutkan terapi hormon ini dengan metode yang sedikit berbeda."
Zahra terkejut mendengar hal ini. Zahra ingat salah satu pegawai PKL yang bernama Abdul memiliki penis yang sangat besar. Staminanya pun bukan main dalam satu posisi saja dapat mengantarkan Zahra ke awang-awang selama berkali-kali.
“vin, coba panggil si Abdul kesini” perintah Dokter Evan kepada Kelvin.
Tak lama kemudian datanglah Abdul.
“dul kamu lagi ngapain?” tanya Dokter Evan.
“lagi istirahat pak Dokter” Jawab Abdul
“ooh gitu,, eh lu suka nongkrong di lorong belakang parkiran itu kan?” tanya dokter Evan
“eeh iya dok,, kok tahu dok?” tanya Abdul balik.
“ya tahu dong, gw udah di rumah sakit ini lama banget. Tahu tiap sudut rumah sakit ini. Disitu lu lu pada suka ngerokok juga kan? Hah dasar kamu padahal ini rumah sakit gak boleh ada rokok” hardik Dokter Evan kepada Abdul.
“baik pak, maaf saya salah…” jawab Abdul ketakutan.
“yaudah,,, eh ini kebeneran dul,, ada mba Zahra nih lu bawa ke tempat tongkrongan lu,,, bebas mau lu apain aja.” Ucap Dokter Evan
“ehhh seriusan pak dokter?” tanya Abdul terkejut
“iye bener,,, lu bawa ini Mba Zahra ke tongkrongan lu. Boleh lu apa-apain. Asal lu sopan dan jangan lupa dia lagi hamil jangan kasar-kasar OK?” perintah Dokter Evan
“siap pak Dokter Evan laksanakan!” jawab si Abdul
Mendengar percakapan itu tentunya membuat Zahra tak bisa berkata-kata. Sudah terlalu parah pikirnya. Yang akan terjadi pada dirinya sudah tidak ada alasan “terapi” hormon lagi. Tapi memang menjadi full lonte yang dipakai siapapun. Ingin rasanya menolak, tapi apa daya ada rasa penasaran dalam diri Zahra. Apa yang akan terjadi disana, dengan siapa saja ia akan bersetubuh, penis seperti apa saja yang akan masuk ke dalam tubuhnya, dan pertanyaan-pertanyaan liar lain yang sebelumnya Zahra tidak pernah pikirkan. Ia pun segera mengenakan pakaiannya karena akan keluar ruang periksa.
“ayo bu Zahra ikut saya” ucap Abdul.
Zahra pun mengangguk dan mengikuti kemana arah Abdul menuntun. Kondisi Rumah sakit sebetulnya cukup ramai. Memang pandemi covid masih ada. Ambulan beberapa kali keluar masuk mengantarkan pasien. IGD membeludak pasien tumpah ruah ke lorong-lorong. Ada juga barisan mengantri tes antigen dan PCV untuk mendeteksi apakah seseorang terjangkiti virus corona atau tidak. Semua kerumunan itu Zahra lalui dan orang-orang ada yang secara sekilas dan terkagum-kagum menatap dirinya. Ya pasti menatap dirinya karena begitu cantik wanita berhijab ini diantara wanita-wanita lain. Namun apakah mereka tahu apa yang akan terjadi pada wanita bernama Zahra ini? Apakah mereka tahu selacur apa sekarang Zahra? Mungkin mereka tidak akan tahu karena Zahra dibawa ke tempat yang tersembunyi.
Zahra pun dituntun melewati tempat parkir. Di ujung tempat parkir ada 2 bangunan yang nampaknya tidak ada orang lewat. Dan ditengah 2 bangunan tersebut ada lorong biasa para pegawai bercengkrama. Pada saat itu ternyata ada sekitar 6 orang yang sedang nongkrong sambil merokok. Dari pakaiannya 4 orang pegawai PKL dan 2 lagi OB.
“hey bro lihat nih gw bawa apaan?!” teriak Abdul sambil menarik-narik tangan Zahra.
“eeeehhhh ini bukannya ibu Zahra ya????” si Tono terkejut
“iya nih bro dapet ijin dari pak Dokter Evan kita boleh ngentotin dia hahaha” Abdul tertawa terbahak-bahak.
“serius?? anjaaay mimpi ape gw semalem bisa dapet ginian hahaha” ujar salah satu OB
“yaudah langsung aja kita telanjangin!” kata salah satu pegawai PKL
“tapi sisain jilbabnya, gw pengen banget dah ngentotin cewek solehah gini hehehe” ujar salah satu OB.
“bukan solehah kali sul, tapi solehot hahahaha” balas OB satunya lagi
Disitu Zahra merasa terhina sekali. Ada keinginan memukul satu-satu bajingan-bajingan ini. Namun ternyata dalam lubuk hatinya yang terdalam Zahra menyukai dilecehkan seperti itu, selangkangannya banjir. Untuk hari ini, ia siap dibuahi untuk kedua kalinya. Tanpa ada sentuhan dan pijatan, hanya pelecehan verbal dari manusia rendah ternyata mampu membuat Zahra naik birahi.
Akhirnya baju kurung Zahra mulai dibuka kancing-kancingnya. Otomatis bajunya langsung tersingkap kebawah. Saat ini hanya tersisa jilbab, bra, dan celana dalam yang bagian tengahnya sudah basah. Semua tertawa terbahak-bahak melihat basahnya celana dalam Zahra. Ada yang mengejek ngompol, ada yang mengejek lonte sangean dan ejekan lain yang sebelumnya belum pernah Zahra terima.
Mereka pun akhirnya membuka Bra dan celana dalam Zahra. Terkagum-kagum melihat payudara yang meneteskan ASI, terjijik-jijik melihat vagina yang mengeluarkan cairan keputihan. Sekarang hanya jilbab yang menutup tubuh Zahra.
Merekapun menuntun Zahra ke kasur lapuk yang sudah tidak terpakai. Melihat kondisi Zahra yang keputihan, beberapa ragu memasukan penisnya ke Vagina Zahra. Namun pada akhirnya semua bergilir menikmati cengkraman kuat Vagina Ibu hamil Zahra. Semuanya juga menikmati susu segar langsung dari sumbernya.
Pada saat semua sudah dilayani, Zahra pun segera mengenakan pakainnya kembali.
Zahra merasa sedikit lebih lega, meskipun situasi tersebut cukup menguji emosinya. Ia tersenyum tipis pada Abdul dan yang lain yang sudah membantu memuaskan birahinya, entah berapa kali Zahra mencapai orgasme. Meskipun beresiko karena ditempat terbuka dan tidak higenis, Zahra meyakini bahwa semua ini dilakukan demi kesehatannya dan bayi yang sedang dikandungnya.
Saat Zahra bersiap untuk pulang, Abdul mengingatkan lagi, "Ingat ya, Bu Zahra, sering-seringlah berhubungan intim dengan suami di rumah. Itu terapi yang paling efektif untuk menjaga keseimbangan hormon Mba Zahra selama kehamilan."
Zahra mengangguk, berterima kasih kepada seluruh bajingan-bajingan. persetubuhan hari itu mungkin lebih intens dari biasanya, tetapi dia merasa puas bahwa semuanya dilakukan demi kesehatan dirinya dan bayinya.
Di perjalanan pulang, Zahra merenung. Meski tidak biasa, dia yakin bahwa setiap langkah dalam perawatan kehamilannya ini adalah demi kebaikan, dan dia bersyukur memiliki tim medis yang peduli terhadap kesehatannya. Dan tentunya dapat memuaskan birahinya…
Part 7 – Trimester 3 dan Kelahiran – Happily Hopely Ever After
Foto Zahra kehamilan 6 bulan
Pada masa trimester 3, berhubungan sex merupakan hal yang wajib dilakukan sesering mungkin agar persalinan berjalan normal dan lancar. Begitu teorinya, dan Zahra pun mencoba membuktikan teori tersebut benar.
Selain berhubungan sex dengan Galih suaminya, Zahra berhubungan dengan sex dengan banyak pria lain, banyak…
Dulu di trimester 1 dan 2, Zahra hanya periksa ke rumah sakit 1 bulan sekali. Pada trimester 3 bisa 1 minggu sekali bahkan bisa lebih. Untuk apa sering-sering periksa kehamilan? Tentunya menjalani terapi hormon ala Dokter Evan.
Masih ingat tempat nongkrong tempat Zahra dikerjai oleh 7 orang? Ternyata tempat itu tempat yang umum dikunjungi oleh pekerja-pekerja rumah sakit mulai dari OB, PKL, tukang parkir, sampai beberapa nakes nakal yang ingin merokok. Dan para perokok itu tentunya sudah menikmati tubuh hamil Zahra semua. Saking seringnya Zahra periksa ke rumah sakit, semua staff disana mengenali Zahra. Ada yang sekedar tahu kalau Zahra itu cantik, namun yang tahu Zahra itu cantik dan bisa dipakai lebih banyak.
Terapi hormon ala Dokter Evan pun tidak dilakukan sebatas di rumah sakit saja. Karena Zahra sangat menyukai penis milik Abdul, jika Abdul meminta jatah ke Zahra, Zahra pasti menyanggupi. Zahra pun eksplore banyak tempat karena ajakan Abdul. Daftar tempat hubungan sex dengan Abdul antara lain Rumah Sakit, kos, rumah Zahra, hutan belakang sekolah, kebun teh dan masih banyak tempat menantang bagi ibu hamil tua berhubungan sex dengan selingkuhannya.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Suatu ketika air ketuban Zahra pecah. Dengan sigap Galih langsung mengantar Zahra ke rumah sakit. Lagi-lagi karena covid, Galih tidak bisa masuk melihat proses persalinan. Di ruang operasi tentu saja Zahra telanjang bulat dan nakes yang menangani semuanya tim Dokter Evan. Dalam hal proses persalinan ternyata memang benar adanya kalau sering-sering berhubungan sex pada trimester 3 maka proses melahirkan akan menjadi lancar. Zahra yang dalam 9 bulan mengandung menjadi lonte seluruh umat saat ini memiliki vagina yang sangat elastis.
Zahra merasa campuran emosi yang tak terlukiskan. Setiap detik terasa begitu lambat, namun ia tahu bahwa semua akan terbayar saat ia bisa mendengar tangisan pertama anaknya. Sejak awal persalinan, Zahra berusaha tetap tenang, meskipun ada rasa sakit yang tak terhindarkan. Namun, dia tetap kuat. Doa-doanya tak henti-hentinya terucap, dan di hatinya hanya ada satu harapan—melahirkan dengan lancar dan sehat.
"Zahra, kamu luar biasa. Vagina kamu elastis dan siap untuk melahirkan," kata dokter Evan dengan suara menenangkan, memberi tahu bahwa tubuhnya sudah siap untuk momen besar ini.
Setelah beberapa kali mengejan dengan napas yang tertata, Zahra merasakan tubuh bayinya bergerak melalui jalan lahir. Rasanya begitu nyata, dan di saat itu, segala rasa sakit seolah sirna. Anak pertamanya meluncur dengan lancar, begitu cepat dan lembut seakan alam mendukung sepenuhnya momen bahagia ini. Dengan satu tarikan napas panjang, bayi Zahra pun lahir ke dunia.
Tangisan pertama si kecil mengisi ruangan bersalin, menggema seperti suara musik yang menenangkan. Zahra tak bisa menahan tangis harunya. Air matanya mengalir deras, bukan karena rasa sakit, melainkan karena kebahagiaan yang meluap-luap. Anak yang selama ini hanya dia rasakan di dalam perutnya, kini ada di pelukannya—hidup, sehat, dan sempurna.
Dokter Evan dengan lembut meletakkan bayi itu di dada Zahra, memberikan waktu bagi ibu dan anak untuk merasakan kehadiran satu sama lain. Sentuhan pertama itu begitu ajaib. Zahra memeluk bayinya erat-erat, merasakan hangatnya tubuh mungil yang masih basah oleh air ketuban. Tangisan si kecil berangsur-angsur mereda saat ia merasakan detak jantung ibunya. Dia berhenti menangis, seolah tahu bahwa ia sudah berada di tempat yang paling aman di dunia—pelukan ibunya.
" anakku… sehat…," Zahra terisak bahagia. Rasa syukur memenuhi hatinya, dan ia merasa dunia seolah berhenti sejenak untuk membiarkannya menikmati momen sakral ini.
Di sudut ruangan, Galih mendengar tangisan bayi, kagum pada istri dan anaknya. Meski dia tidak bisa berada di samping Zahra saat proses melahirkan karena protokol rumah sakit, sekarang dia bisa mendengar kebahagiaan terpancar dari suara tangis kebahagiaan keduanya. Galih menghapus air matanya yang juga tak bisa ditahan, merasakan keajaiban menjadi seorang ayah untuk pertama kalinya.
Zahra tak berhenti memandangi bayinya yang mungil, kulitnya yang kemerahan, dan tangisannya yang kini berubah menjadi napas lembut. “puji tuhan...,” lirih Zahra sambil mengusap lembut kepala anaknya. Ia tahu, semua rasa sakit dan ketegangan selama sembilan bulan ini terbayar lunas. Anaknya sehat, dan proses kelahirannya pun berjalan lancar.
Tim Dokter Evan menyaksikan pemandangan indah itu dengan senyum. Mereka tahu betapa sulitnya perjuangan Zahra selama kehamilannya, namun hari ini semua kelelahan itu berubah menjadi kebahagiaan murni.
"Selamat, Bu Zahra. Bayi ibu sehat dan kuat," kata perawat sambil tersenyum lebar.
Zahra hanya bisa mengangguk, terlalu emosional untuk berbicara. Ini adalah momen paling sempurna dalam hidupnya. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Perjuangannya melahirkan kini terbayar dengan kehadiran makhluk kecil yang sudah ia tunggu selama ini. Zahra tahu, hidupnya telah berubah untuk selamanya—sekarang ia adalah seorang ibu.
Detik itu, Zahra tak peduli dengan segala rasa lelah atau nyeri yang mungkin masih tersisa. Ia hanya fokus pada bayinya yang damai di pelukannya. Tak ada yang lebih berharga daripada momen ini, saat ia menyadari bahwa cinta sejatinya kini ada di hadapannya, dalam wujud anak yang ia bawa ke dunia dengan segala kekuatan dan cinta seorang ibu.
===== TAMAT =====